Jakarta, JurnalBabel.com – Kementerian Perindustrian belum lama ini menetapkan kuota impor gula mentah untuk bahan baku gula rafinasi di 2022 sebesar 3,4 juta ton. Jumlah tersebut naik 200 ribu ton dari yang ditetapkan sebelumnya.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Bambang Haryadi menilai, peningkatan kuota impor bahan baku gula rafinasi ini sangat bertentangan dengan semangat Presiden Joko Widodo untuk membangun ketahanan pangan.
“Meningkatnya impor gula mentah untuk bahan baku gula rafinasi ini merupakan antitesa dari semangat Presiden Jokowi untuk mengurangi impor bahan baku industri dengan tujuan penguatan petani tebu Indonesia,” kata Bambang Haryadi dikutip dari Parlementaria, Selasa (10/1/2022).
Politisi Partai Gerindra tersebut melanjutkan, jika kuota impor gula mentah terus meningkat setiap tahun tentu saja akan membuat para petani tebu patah semangat. Alasannya, mereka harus bersaing dengan barang impor.
“Menurunnya semangat petani tebu salah satunya karena membanjirnya impor gula mentah untuk bahan baku Industri gula,” ujarnya.
Bambang mengungkapkan, DPR RI akan meminta penjelasan pada Kemenperin atas peningkatan kuota impor gula mentah bahan baku gula rafinasi.
Diketahui, peringkat Indeks Ketahanan Pangan Indonesia 2021 mengalami penurunan menjadi 69. Sebelumnya Indonesia berada pada peringkat 62 (2019) dan 65 (2020).
Sedangkan dalam indikator sumber daya alam (SDA) dan daya tahan, Indonesia berada pada peringkat 113 serta untuk kualitas dan keamanan pangan, berada di peringkat 95.
Ironisnya, menurut Bambang, hal tersebut berbanding terbalik dengan kondisi Indonesia di era 1930. Indonesia dinobatkan sebagai negara pengekspor gula terbesar di dunia.
“Kami meyakini bahwa Presiden Jokowi sangat concern (perhatian) terhadap penggunaan bahan baku dalam negeri, dan beliau ingin industri gula kedepan akan dipasok oleh petani tebu Indonesia sendiri dan juga untuk mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai produsen gula terbesar dunia,” tutup legislator dapil Jawa Timur IV itu. (Bie)