Jakarta, JurnalBabel.com – Wakil Ketua Komisi VII DPR, Bambang Haryadi, mengungkapkan keprihatinannya atas kondisi Indonesia yang saat ini menjadi importir raw sugar (gula rafinasi) terbesar. Pasalnya, sebelumnya Indonesia dikenal sebagai produsen tebu terbesar di Indonesia. Bahkan sempat menjadi peringkat pertama eksportir gula dunia.
“Saya mengapresiasi beberapa paparan yang disampaikan Pak Menteri, terkait kenaikan ekspor mobil, peningkatan peringkat terkait produksi halal dan sebagainya. Namun dari sekian poin yang Pak Menteri sampaikan, ada yang sedikit menggugah hati kami, terutama saya dari Jawa Timur,” ungkap Bambang Haryadi dalam Rapat Kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di ruang rapat Komisi VII DPR RI, Gedung Nusantara I, Senayan Jakarta, Rabu (2/2/2022).
“Jawa Timur adalah salah satu produsen tebu terbesar di Indonesia. Di era tahun 1930-an Indonesia peringkat pertama eksportir gula di dunia. Sekarang kita kembali, kita impor terbesar di dunia. Ini sungguh sesuatu yang ironis, di tengah semangat Presiden Joko Widodo ingin memaksimalkan kemandirian pangan berdiri di atas kaki kita sendiri, kita ingin makan gula dari hasil industri petani tebu kita sendiri, tapi kenyataannya kita semakin hari semakin membengkak impor gula kita, terutama raw sugar,” sambung Bambang.
Tidak hanya itu, dalam rapat dengar pendapat Panja Pengawasan Impor Bahan Bangku Industri Komisi VII DPR RI, terungkap ada 11 perusahaan pemegang kuota impor gula rafinasi di Indonesia, dan itu tidak berubah-ubah.
“Bagaimana petani akan meningkatkan kemauannya untuk bertani, kalau semangat kita terbalik. Jadi impor besarnya yang sekarang ditetapkan di dalam raja komoditas tahun 2022, ada sebesar 3,4 juta ton untuk impor bahan baku raw sugar. Ini sangat memakmurkan petani, sayangnya bukan petani Indonesia, tetapi petani Thailand dan petani India,” kritik Anggota Fraksi Partai Gerindra DPR RI ini.
Bambang menambahkan, ada satu temuan Panja, bahwa ada satu pelanggaran serius dalam proses impor gula. Industri ini sangat bersinggungan erat dengan masyarakat bawah, terutama kelompok petani.
Pihaknya berharap 11 industri pengimpor raw sugar ini harus lebih taat terhadap aturan. Memang di Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sudah ditiadakan kewajiban untuk membuat lahan perkebunan, dalam arti tidak dipersyaratkan mutlak. Namun terkait lahan perkebunan masih diatur dalam UU Perkebunan.
Dari 11 perusahaan tersebut, hanya ada satu perusahaan yang membuat kebun tebu, namun malah dikurangin kuotanya. Sementara yang tidak berniat membangun kebun tebu, malah ditambah besar-besaran kuotanya.
“Kami masih akan tetap melakukan pemanggilan terhadap beberapa industri gula tersebut. Harus ada evaluasi terhadap sebelas perusahaan tersebut. Karena kami melihat ini bukan industri yang akan memperkuat industri dalam negeri. Ini pemurnian saja. Di Cilegon kita hanya melihat pemurnian bahan baku semua dari Thailand dari Vietnam, kita miris. Ketika Presiden kita dengan gagah beraninya beliau bilang bahwa kita harus muatan kemandirian pangan tapi sektor lain ini berbanding terbalik. Kita ingin kemandiriannya harus betul-betul kita support,” tegas legislator daerah pemilihan (dapil) Jawa Timur IV itu. (Bie)