Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin Ak, menyatakan dukungan penuh terhadap upaya menghidupkan kembali Instruksi Presiden (Inpres) mengenai Persusuan Nasional.
Pada era Presiden Soeharto, Inpres No. 2/1985 mengatur bahwa pabrikan diperbolehkan mengimpor susu sesuai kebutuhan produksi, namun diwajibkan terlebih dahulu menyerap susu segar produksi dalam negeri.
Menurut Amin, kebijakan ini tidak hanya bertujuan meningkatkan produksi dan konsumsi susu nasional. Namun juga mengurangi ketergantungan pada impor serta mendukung kesejahteraan peternak sapi perah lokal.
“Penerbitan Inpres tersebut harus disertai dengan penyusunan roadmap transformasi rantai pasok dan pemasaran susu lokal,” tegas Amin Ak dalam keterangan tertulisnya, Senin (18/11/2024).
Wakil Ketua Fraksi PKS itu menyontohkan Selandia Baru dan Australia. Industri susu mereka maju berkat dukungan rantai pasok yang efisien.
Kondisi tersebut memungkinkan susu segar diproses dan dipasarkan dengan cepat setelah pemerahan. Hal itu menjadikan kualitas dan kesegaran produk tetap terjaga.
“Sebagai bagian dari transformasi ini, harus ada investasi dalam infrastruktur rantai dingin (cold chain),” tambahnya.
Rantai dingin merupakan faktor esensial untuk distribusi cepat susu segar ke konsumen atau pabrik pengolahan.
Indonesia juga perlu memperketat pengawasan kualitas susu segar dan menerapkan standar internasional agar produk susu lokal dapat bersaing di pasar global.
“Dengan transformasi rantai pasok ini, peternak akan terdorong meningkatkan kualitas ternak dan produk susu sesuai standar internasional, sehingga produksi susu berkualitas akan meningkat,” jelas Amin.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa produksi susu domestik masih rendah, rata-rata sekitar 900.000 ton per tahun.
Jumlah itu hanya memenuhi sekitar 20 persen dari kebutuhan nasional yang mencapai 4,4 juta ton setiap tahunnya.
Peningkatan impor susu dari tahun ke tahun disebabkan oleh kualitas sapi perah lokal yang menurun dan minimnya perlindungan bagi peternak dalam menghadapi produk impor.
Amin menggarisbawahi bahwa Inpres susu ini dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak sapi perah Indonesia.
Dukungan dalam bentuk teknologi, akses kredit, dan infrastruktur pemasaran akan menjadi insentif bagi peternak lokal untuk meningkatkan produksi mereka.
Lebih lanjut, pengaktifan kembali Inpres ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan industri susu nasional.
Kebijakan yang mendukung industri susu dalam negeri akan memacu pengembangan produk turunan susu seperti keju, yogurt, dan mentega, yang saat ini sebagian besar masih diimpor.
“Selain itu, kebijakan persusuan nasional membuka lebih banyak lapangan pekerjaan di sektor peternakan sapi perah, mulai dari pengelolaan peternakan, distribusi, hingga pengolahan susu. Ini akan membantu mengurangi pengangguran, terutama di wilayah pedesaan,” tutup Amin.