Jakarta, JurnalBabel.com – DPRD DKI Jakarta hingga kini belum melakukan pemilihan calon wakil Gubernur DKI Jakarta pasca Sandiaga Uno mundur dari jabatannya tersebut pada 27 Agustus 2018.
Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai partai politik pengusung Anies Baswedan – Sandiago Uno di Pilkada DKI 2017 sudah mengajukan dua nama calon, yakni Wakil Ketua Komisi V DPR dari Fraksi Partai Gerindra Ahmad Riza Patria dan mantan anggota DPRD DKI Fraksi PKS dua periode (2004-2014) Nurmansyah Lubis.
Menanggapi hal itu, Ketua DPD DKI Jakarta Partai Demokrat, Santoso, mengatakan bahwa pada Jumat (5/3/2020), DPRD DKI Jakarta sudah menjadwalkan pemilihan Wagub DKI. Namun berhubung virus corona atau Covid-19 mewabah, ditunda sampai Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mencabut status tanggab darurat Covid-19 di wilayahnya hingga 19 April 2020.
“Jumat kemarin (5/3/2020) sudah dilakukan jadwal, tapi berhubung masih Covid-19 diundur pasca dicabutnya status darurat oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan,” ungkap Santoso saat dihubungi, Rabu (1/4/2020).
Mantan anggota DPRD DKI periode 2014-2019 ini menjelaskan bahwa pemilihan Wagub ini tidak bisa secara virtual. Harus hadir secara fisik misalnya minimal 2/3 anggota dari jumlah seluruh anggota DPRD. Jumlah anggota DPRD DKI 106, maka yang harus hadir sebanyak 78 anggota.
“Setelah itu pemilihannya 50 persen plus satu. Misalnya 2/3 anggota yang hadir sekitar 78 anggota dari 106 jumlah anggota DPRD DKI. Begitu yang hadir ternyata suaranya ada 40, sah tinggal yang paling banyak siapa,” paparnya.
Ketika ditanya apakah pemilihan Wagub DKI ini ditunda sampai Covid-19 hilang seperti pemerintah dan DPR menunda Pilkada Serentak 2020 yang berpotensi hingga 2021, anggota komisi III DPR ini enggan menjawab.
Namun Santoso berpandangan apabila pemilihan Wagub ini terus ditunda hingga 18 bulan sebelum masa jabatan Gubenur Anies berakhir, maka tidak boleh melakukan pemilihan seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda).
“Kalau di undur-undur juga, itu akan habis masa 18 bulan. Kalau 18 bulan mengakhiri masa jabatan, maka tidak boleh ada lagi pemilihan yang diatur dalam UU Pemda,” kata Santoso.
Sekedar informasi, pasangan Anies-Sandi dilantik Presiden Jokowi pada 16 Oktober 2017. Maka masa jabatan Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 berakhir pada 16 Oktober 2022.
Artinya apabila dihitung 18 bulan sebelum masa akhir pemerintahan Gubernur Anies yaitu pada Maret 2021, DPRD DKI tidak juga menunjuk Wagub baru maka Gubernur DKI “menjomblo” urus DKI.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR ini menambahkan sebenarnya UU Pemda ini akan di revisi. Namun karena Presiden Jokowi berencana memindahkan Ibu Kota ke Palangka Raya Kalimantan Tengah, revisi batal dilakukan. “Tadinya UU Pemda mau di revisi. Begitu dengar Ibu Kota mau dipindah, naskah revisinya dibuang ke tong sampah,” pungkasnya.
Tak Berlaku di DKI
Sementara itu dosen hukum tata negara dan pemda Universitas Trisakti Jakarta, Muhammad Imam Nasef, mengatakan masa waktu 18 bulan pengisian kekosongam jabatan wakil kepala daerah diatur dalam Pasal 176 ayat 4 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Bukan di atur dalam UU Pemda.
Pasal 176 ayat 4 UU Pilkada berbunyi “Pengisian kekosongan jabatan Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota dilakukan jika sisa masa jabatannya lebih dari 18 (delapan belas) bulan terhitung sejak kosongnya jabatan tersebut.”
Artinya kata Nasef bahwa Pasal tersebut tidak berlaku untuk jabatan Wagub DKI Jakarta yang sudah kosong pasca Sandiaga Uno mundur pada Agustus 2018 untuk maju sebagai wakil presiden di Pilpres 2019 berpasangan dengan Prabowo Subianto.
“Berarti ini nggak berlaku dalam konteks DKI Jakarta, karena dihitung sejak jabatan kosong. Sementara di DKI Jakarta kan kosongnya sudah lama, lebih dari 18 bulan,” kata Nasef saat dihubungi terpisah menjelaskan.
Lebih lanjut Nasef menilai ketentuan dalam UU Pilkada tersebut menimbulkan masalah karena tidak di atur jangka waktu kekosongan jabatan wakil kepala daerah. Pada akhirnya jabatan wakil ini kosong hingga bertahun-tahun seperti di DKI Jakarta.
“Makanya diulur lagi-lagi. Seharusnya itu di revisi karena itu ke kosongan hukum,” ujarnya.
Masalah lainnya Nasef menambahkan UU Pemda dan UU Pilkada memposisikan wakil kepala daerah masih seperti dulu sebagai “ban serep”. “Makanya tidak begitu urgent. Anis saja sudah berapa tahun gak ada wakil santai-santai saja, karena memang fungsi wakil di UU Pemda/UU Pilkada tidak signifikan,” pungkasnya. (Bie)
Editor: Bobby