Jakarta, JurnalBabel.com – Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Muhammad Rizieq Shihab (MRS) ditahan Polda Metro Jaya setelah diperiksa selama kurang lebih 13 jam, Sabtu (12/12/2020). Pria yang akrab disapa Habib Rizieq itu ditetapkan sebagai tersangka dan disangkakan melanggar Pasal 160 dan 216 KUHP dan Pasal 93 UU Nomor 6/2018 tentang Kekarantinaan kesehatan.
Sebagaimana diketahui, Habib Rizieq dan kelima orang lainnya dijadikan tersangka terkait kerumunan orang di Petamburan, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Adapun Pasal 160 menyebutkan “Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
Pasal 216 KUHP, yakni menyebutkan “Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak Rp9.000.”
Sementara Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan menyebutkan “Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100 juta.”
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi III DPR, Rahmat Muhajirin, mengingatkan sumber hukum di Indonesia yakni Pancasila yang di dalamnya terdapat butir-butir kearifan lokal. Begitu juga UUD 1945 yang di dalamnya terdapat tujuan negara ini didirikan serta terdapat perlindungan hak-hak warga negara yang mengedepankan azaz praduga tak bersalah.
Sebab itu, politisi Partai Gerindra ini meminta pihak Kepolisian mengkaji ulang penetapan dan penahanan Habib Rizieq agar tidak melanggar Pancasila dan UUD 1945. Hal itu juga bertujuan agar rezim pemerintah dan institusi kepolisian saat ini tidak dinilai atau menjadi catatan buruk rezim berikutnya.
“Jangan sampai rezim hari ini dibuat catatan rezim-rezim berikutnya catatan yang buruh terhadap penegakan hukum,” kata Rahmat Muhajirin saat dihubungi, Minggu (13/12/2020).
Menurut Rahmat, negara ini jangan dibawa-bawa penyelenggara negara untuk selalu memusuhi rakyat. Apalagi, tegas Rahmat, negara ini dibentuk untuk melindungi hak seluruh warga negara. “Kita juga mengenal hukum-hukum khusus yang harus didahulukan,” ungkapnya.
Hukum khusus yang dimaksud anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR ini dalam kasus Habib Rizieq yakni beliau disangkakan dengan Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan. Seharusnya, tambah dia, pihak penyidik kepolisian kesampingan menjerat Habib Rizieq dengan pasal KUHP.
“Ini kan masalahnya Habib Rizieq pelanggaran UU Kekarantinaan Kesehatan. Kenapa dilarikan ke kejahatan pakai UU KUHP? Ini perlu dikaji mendalam,” jelasnya.
“Artinya jangan sampai pengawa (pimpinan-red) kepolisian dan negara ini jangan sampai jadi catatan terhadap penegakan hukum di Indonesia jelek,” pungkas legislator asal Jawa Timur ini. (Bie)