Jakarta, JurnalBabel.com – Kasus pelecehan dan kekerasan seksual terus menunjukkan peningkatan tajam. Indonesia pun dinilai telah masuk kondisi darurat kekerasan seksual. Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) pun mendesak untuk disahkan.
“Kami akan segera membuka komunikasi dengan fraksi-fraksi lain di DPR agar mempunyai kesepahaman yang sama terkait urgenitas pengesahan RUU PKS di tahun 2021,” ujar Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa DPR Cucun Ahmad Sjamurijal, Rabu (9/9/2020).
Dia menjelaskan berdasarkan data dari Komnas Perempuan kasus kekerasan dan pelecehan seksual sepanjang tahun 2019 tercatat mencapai 431.471 kasus. Jumlah tersebut naik sebesar 6 persen dari tahun sebelumnya, yakni 406.178 kasus.
“Kekerasan seksual kepada perempuan ini telah mencapai hampir setengah juta kasus. Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan karena trennya terus meningkat dan tak kunjung turun meskipun telah ada ancaman pengebiran terhadap para pelaku,” ujarnya.
Cucun mengungkapkan RUU PKS sebenarnya telah masuk Prioritas Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2020. Namun karena tidak tercapainya kesepahaman dan keselarasan pandangan di antara fraksi-fraksi DPR maka, pembahasan RUU PKS akhirnya ditunda.
“Ketidaksepahaman pandangan fraksi terhadap RUU PKS ini cukup keras karena ini menyangkut banyak hal seperti perbedaan ideologi maupun kapitalisasi electoral sehingga tidak bisa ditemukan kesepakatan untuk dibahas tahun ini,” katanya.
Anggota Komisi III ini menilai aturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak cukup untuk mencegah dan memberikan efek jera bagi para pelaku kekerasan seksual. Buktinya dari tahun ke tahun tren kasus kekerasan seksual terus naik.
“Maka dalam pandangan kami dibutuhkan aturan khusus yang bersifat lex spesialis untuk mencegah maupun menindak tegas kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang terrepresentasikan dalam RUU PKS,” tegasnya.
Cucun mengaku tidak mudah untuk membuka komunikasi dengan fraksi-fraksi yang tegas menolak RUU PKS. Kendati demikian, PKB akan terus melakukan lobbying dan mencoba menyakinkan fraksi lain jika RUU PKS secara subtantif memang dibutuhkan untuk menekan laju kasus kekerasan seksual di tanah air.
PKB juga memastikan jika tidak ada pasal-pasal dalam RUU PKS yang membuka peluang bagi terjadinya kebebasan hubungan seksual (free sex), maupun perlindungan terhadap penyimpangan perilaku seksual di masyarakat.
“Kita akan agendakan dalam waktu dekat untuk melakukan safari ke fraksi-fraksi lain untuk meyakinkan mereka jika RUU PKS ini memang mendesak untuk dituntaskan,” pungkasnya.
(Bie)