Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi II DPR, Aminurokhman, menyatakan, Komisi II akan memberikan atensi terhadap masukan atau aspirasi yang disampaikan Indonesian Corruption Watch (ICW) dan Koalisi Masyarakat Sipil terkait penunjukan penjabat (Pj) Kepala Daerah yang dinilai tidak transparan dan akuntabel.
“Saya melihat usulan ICW ini berdasarkan catatan kritis ICW, gagasan konstruktif ini akan menjadi atensi kita dalam rapat dengan Mendagri,” kata Aminurokhman usai beraudiensi dengan ICW dan Koalisi Masyarakat Sipil di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/9/2023).
Terkait aspirasi tersebut, politisi Partai NasDem ini menyampaikan akan segera menindaklanjuti dengan Kementerian Dalam Negeri dalam rangka memperbaiki kinerja kementerian serta menjaga kepercayaan publik terhadap Pj Kepala Daerah yang dilantik.
“Hal-hal yang disampaikan ini akan kami teruskan agar tidak terjadi spekulasi atau kecurigaan yang pada akhirnya menimbulkan trust public ini menurun, karena ini juga menyangkut keberlangsungan pemerintahan dan pembangunan,” jelasnya.
Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengadukan proses pemilihan penjabat (Pj) kepala daerah yang diisi sejumlah purnawirawan hingga anggota aktif TNI/Polri.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana menyinggung pengangkatan Mayjen (Purn) Achmad Marzuki sebagai Pj Gubernur Aceh yang ia nilai janggal.
“Pj Gubernur Aceh dilantik 6 Juli 2023, yang bersangkutan pensiun 1 Juli. Kemudian diangkat Kemendagri tanggal 4 Juli, lalu 6 Juli langsung jadi Pj Gubernur,” kata Kurnia.
Ia menilai, proses singkat tersebut menjadikan Kemendagri seolah-olah menjadi institusi negara yang sebatas tempat persinggahan saja.
Sebab, mereka hanya berada di Kemendagri selama beberapa hari saja. “Rasanya institusi negara dijadikan tempat persinggahan sebelum ditunjuk sebagai penjabat kepala daerah,” ungkapnya.
Senada, Wakil Korbid Eksternal KontraS, Andi Muhammad Rezaldy menyampaikan dalam konteks penunjukan seorang kepala daerah seharusnya mengedepankan vetting mechanism atau bentuk prinsip merit system.
Ia juga menyoroti soal penunjukan unsur TNI-Polri yang menjadi Pj Kepala daerah. Menurutnya, penunjukan anggota TNI-Polri aktif menjadi Pj kepala daerah bisa membuat bias dalam menjalankan kewenangannya.
“Tentu penunjukan perwira aktif di kalangan institusi keamanan ini sangat mencederai dari semangat reformasi dari sektor keamanan kita yang menginginkan institusi keamanan itu dapat bertugas dan juga menjalankan kewenangannya sesuai dengan mandatnya, yaitu melakukan tindakan hukum pengamanan dan menjaga pertahanan,” terangnya.
(Bie)