Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi II DPR, Ongku Parmonangan Hasibuan, mempertanyakan konflik pertanahan yang terjadi di Pulau Rempang, Batam, Kepulangan Riau, yang juga viral di media sosial, kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Pasalnya, kata Ongku, berdasarkan informasi yang ia dapat dari media bahwa Hak Guna Usaha (HGU) itu diberikan pada 2001, dan tanah tersebut tidak digarap sampai 2023. Sementara, masyarakatnya sudah bermukim disana sejak tahun 1800-an.
“Nenek moyang mereka yang disebut masyarakat laut, darat yang ada disana dan seterusnya. Ini bagaimana sebenarnya pak ketentuan HGU ini? Apakah tidak ada monitoring penggunaan HGU tersebut?” kata Ongku saat rapat kerja Komisi II DPR dengan Menteri ATR/Kepala BPN di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (12/9/2023).
“Kalau ada pengontrolan selama 10 tahun tidak terpakai, apakah BPN tidak berhak mencabut atau menarik HGU itu?” sambungnya mempertanyakan.
Menurut Ongku, apabila HGU tersebut tidak dicabut, maka banyak sekali tanah-tanah yang dikuasai puluhan tahun nilainya naik tapi tidak dimanfaatkan.
“Sementara masyarakat butuh tanah,” ujar mantan Bupati Tapanuli Selatan ini.
Ongku pun menegaskan tanah-tanah di Indonesia ini sebisa mungkin untuk rakyat.
“Kita sangat miris melihat apa yang terjadi Rempang tersebut bahwa masyarakat terusir dengan secara paksa dari tanah-tanah mereka, untuk kepentingan investasi yang konon yang datang dari luar negeri,” ucap politisi Partai Demokrat ini.
“Ini seperti seolah-olah kita lebih pro kepada orang luar daripada bangsa sendiri,” sesalnya mengakhiri.
Awal Mula Konflik Rempang
Bentrokan pecah antara warga Rempang, Batam, Kepulauan Riau dengan aparat gabungan dari TNI, Polri, dan Ditpam Badan Pengusahaan (BP) Batam pada Kamis (7/9/2023). Peristiwa itu terjadi akibat konflik lahan atas rencana pembangunan kawasan Rempang Eco City.
Rencana pembangunan kawasan Rempang Eco City mencuat sejak 2004. Kala itu, PT. Makmur Elok Graha menjadi pihak swasta yang digandeng pemerintah melalui BP Batam dan Pemerintah Kota Batam bekerja sama.
Kini, pembangunan Rempang Eco City masuk dalam Program Strategis Nasional tahun ini sesuai Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023 dan ditargetkan bisa menarik investasi hingga Rp 381 triliun pada tahun 2080.
Kawasan Rempang juga akan menjadi lokasi pabrik kaca terbesar kedua di dunia milik perusahaan China Xinyi Group. Investasi proyek itu diperkirakan mencapai US$11,6 miliar atau sekitar Rp174 triliun.
Berdasarkan situs BP Batam, proyek ini akan memakan 7.572 hektare lahan Pulau Rempang atau 45,89 persen dari keseluruhan lahan pulau Rempang yang memiliki luas sebesar 16.500 hektare.
Sejumlah warga terdampak pun harus direlokasi demi pengembangan proyek ini. Sebagai kompensasi, Kepala BP Batam Muhammad Rudi menyatakan pemerintah menyiapkan rumah tipe 45 senilai Rp120 juta dengan luas tanah 500 meter persegi.
(Bie)