Jakarta, JurnalBabel.com – Dosen hukum pidana Universitas Trisakti Jakarta, Azmi Syahputra, mengkritik pernyataan KPK terkait dengan keberadaan tersangka/buronan kasus suap penetapan Anggota DPR RI terpilih Tahun 2019-2024, Harun Masiku (HM).
Pernyataan KPK yang dimaksud Azmi yakni KPK melalui Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Karyoto, dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/8/2021), menyatakan bingung menangkap HM yang sudah diketahuinya berada di luar negeri akibat adanya pandemi Covid-19.
Azmi menganggap pernyataan tersebut merupakan cara KPK menghindar dari tanggung jawab untuk segera menangkap HM. Pasalnya, kata dia, lembaga penegak hukum yang mau menangkap target operasinya itu mencari cara bukan cari alasan.
“Secara untuk kasus pelaku narkoba kecil saja di masa covid juga ditangkap, apalagi ini kasus korupsi yang jadi PR KPK sekaligus perhatian masyarakat. Ini cenderung jawaban klise alias ngeles,” kata Azmi Syahputra dalam keterangan tertulisnya, Rabu (25/8/2021).
Menurutnya, tidak ada penegak hukum yang mau menangkap buronan selevel HM yang sudah DPO hampir 2 tahun, di bicarakan ala lembaga curhat ke publik. Padahal KPK itu lembaga penegak hukum yang punya akses luas dan punya banyak pengalaman menangkap buronan.
Apalagi, lanjut dia, KPK menyatakan sudah tahu dimana posisi HM. Bahkan Azmi menilai pernyataan KPK dalam jumpa persnya tersebut itu berdampak bias serasa menjadi statement kosong makna.
“Atau malah bisa mengirim pesan manis buat Harun Masiku agar berpindah tempat atau seolah-olah kasi sinyal agar Masiku untuk menyesuaikan tempat lain, karena posisinya dan informasi tentang Harun Masiku sudah banyak diketahui,” ungkapnya.
Menurutnya, semestinya sangat bijak bila KPK langsung tangkap HM baru memberi pernyataan ke publik. Secara perkara ini banyak menimbulkan kejanggalan seolah-olah tidak ada lembaga hukum di Indonesia yang mampu tangkap HM. Padahal Indonesia punya BIN, BAIS, Kejagung, Imigrasi, Kemenkumhan, termasuk Kementerian Luar Negeri.
Apabila lembaga-lembaga tersebut kompak, kata Azmi, sangat bisa segera menangkap HM. Namun pertanyaannya sehebat dan sekuat apa HM sampai saat ini belum tertangkap,?
“Jika KPK yang selama ini dikenal handal menangkap borun dengan segala kekuatannya termasuk kekuatan lembaga negara yang mendukung, namun untuk Masiku KPK belum dapat menemukannya, kok tidak bisa tersentuh ya?” tanya Azmi.
Jika KPK terlalu lama dan tidak dapat menangkap HM, kata Azmi, maka perlahan pikiran publik yang terbentuk akan menjadi liar dan yang terburuk dapat menduga seperti ada kesengajaan untuk hilang atau menghilang. Termasuk apakah ada fakta, cerita yang ditutupi di balik kasus ini dan seolah akses untuk kasus ini tidak terbuka.
“Dan patut pula diduga ada kepentingan tertentu yang dilindungi, sekuat dan dibentengi apa demi menjaga amannya Harun Masiku?” katanya.
Sulit Ditangkap
Azmi yang juga Ketua Asosiasi ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha) ini menjelaskan karakteristik dalam kasus HM kasusnya cenderung lebih sulit terbuka dan minim informasi guna mengungkap motifnya. Begitu juga ada fakta yang masih tertutup dan belum nyambung, skema kejahatan pelakunya termasuk guna mengungkap pihak-pihak yang membantunya.
“Apalagi dengan skema pencarian dengan tipologi kejahatan seperti ini, akan jadi sulit menemukannya akibat akses yang cenderung masih tertutup. Hanya bagi lembaga tertentu yang mau saja yang bisa mencari, karena seolah tidak semua lembaga penegak hukum menjadikan target untuk menemukan dan menangkap Harun Masiku,” jelasnya.
Ia menyontohkan red notice HM jadi polemik baru karenanya ada fakta yang tidak sama antara data interpol dan KPK. Artinya, kata dia, tidak ada keinginan dan kemauannya yang sama antara penegak hukum disini.
“Mencermati hal ini, patut keseriusan KPK untuk dipertanyakan kenapa masih blunder begini kasus penangkapan ini? Kurang jelas sikap KPK, terkesan menghindar, serasa setengah-setengah,” katanya.
Azmi memahami hal itu terjadi karena patut diduga HM ini diarahkan untuk “menahan diri sendiri”, di simpan atau menyembunyikan diri agar tidak muncul kisruh (heboh) di publik lebih lebar. Bisa juga ada pihak yang mendesign dan fasilitasi untuk ini.
“Dan bila ada dan benar, biasanya pihak-pihak ini ada kepentingan dan bebannya, sehingga pelaku ‘harus dilindungi’ dan ‘diamankan’. Karenanya ada kondisi yang begini maka akan jadi faktor hambatan mengungkap keberadaan Harun Masiku,” katanya.
Azmi menandaskan negeri ini butuh penegak hukum yang jujur, amanah, profesional, berani menegakkan hukum. “Akan runtuh bahkan hancurlah penegakan hukum bila penegak hukum hanya memilih zona yang penting aman,” pungkasnya.
Sebelumnya, KPK mengungkapkan kendala untuk menangkap mantan Calon Anggota Legislatif (Caleg) PDI Perjuangan Harun Masiku yang sudah berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak Januari 2020.
“Hanya saja karena tempatnya bukan di dalam (negeri), kami mau ke sana juga bingung. Pandemi sudah berapa tahun,” kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto saat jumpa pers, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/8/2021).
Ia juga mengatakan sudah mendapatkan informasi keberadaan Harun Masiku, sebelum Harun Al Rasyid yang merupakan Kasatgas KPK nonaktif juga mengungkapkan informasi yang sama.
“Memang kemarin sebenarnya sudah masuk, sebelum Harun Al Rasyid berteriak-teriak, ‘Saya tahu tempatnya, saya tahu tempatnya’, hampir sama informasi yang disampaikan rekan kami Harun dengan kami punya informasi hampir sama,” ujar Karyoto.
Oleh karena itu, ia menegaskan lembaganya tetap berusaha untuk menangkap Harun Masiku.
“Selama yang bersangkutan ada dan bisa dipastikan A1 keberadaannya, Saya siap berangkat kecuali memang tempatnya bisa kami jangkau. Memang ini tidak etis dan tidak patut kami buka di sini nanti info-infonya jadi ke mana-mana. Kalau misalnya dia tahu ini sedang dicari arahnya ke sana, dia geser lagi, bingung lagi kami,” kata Karyoto.
Interpol juga telah menerbitkan “red notice” terhadap Harun Masiku. Ketua KPK Firli Bahuri pun menyebut negara tetangga juga sudah merespons terkait upaya pencarian Harun Masiku.
“Beberapa tetangga sudah memberikan respons terkait dengan upaya pencarian tersangka HM (Harun Masiku). Saya tidak mau menyebutkan negara tetangganya mana, tetapi sudah respons itu,” kata Firli saat jumpa pers, di Gedung KPK, Jakarta, Senin (2/8/2021).
Kasus tersebut juga menjerat mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sebagai terpidana. KPK pun telah mengeksekusi Wahyu ke Lapas Kelas I Kedungpane Semarang untuk menjalani pidana penjara selama 7 tahun.
Sedangkan kader PDI Perjuangan Agustiani Tio Fridelina yang ikut menerima suap Rp600 juta dari Harun Masiku bersama-sama dengan Wahyu divonis 4 tahun penjara.
Dalam perkara ini, Wahyu dan Agustiani terbukti menerima uang sebesar 19 ribu dolar Singapura dan 38.350 dolar Singapura atau seluruhnya Rp600 juta dari Harun Masiku.
Tujuan penerimaan uang tersebut agar Wahyu dapat mengupayakan KPU menyetujui permohonan Pergantian Antarwaktu (PAW) Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP dari Dapil Sumatera Selatan 1, yakni Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
(Bie/antara)