Jakarta, JurnalBabel.com – Kasus dugaan suap oknum di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) kembali terjadi. Berdasarkan pernyataan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata kasus ini bakal melahirkan Gayus jilid II karena penerimaannya mencapai puluhan miliar.
Padahal, dalam berbagai kesempatan, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, sudah memiliki program pencegahan pemberantasan korupsi. Seperti membangun unit Zona Integritas Wilayah Bebas Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani serta Whistle Blowing System (WISE).
Menanggapi mencuatnya kasus ini, anggota Komisi XI DPR, Anis Byarwati, menyatakan bahwa sangat dibutuhkan kesadaran dalam membayar pajak, karena kesadaran ini dapat memunculkan sikap patuh, taat dan disiplin wajib pajak.
“Slogan pajak Lunasi Pajaknya Awasi Penggunaannya, jangan hanya sekedar slogan. Tapi harus benar-benar dibuktikan bahwa pajak menjadi pendapatan utama negara yang diperuntukkan dan dikelola dengan transparan dan akuntabel bagi kepentingan masyarakat,” ujar Anis dalam keterangan tertulisnya, Selasa (30/3/2021).
Ketua Bidang Ekonomi dan Keuangan DPP PKS ini menegaskan bahwa Pemerintah dalam hal ini Kemenkeu di mana DJP bernaung, harus bisa memberikan kemudahan baik sistem, IT, SDM, pelayanan dan kenyamanan.
“Sehingga tidak ada lagi istilah membayar pajak itu sulit dan berbelit,” ungkapnya.
Anis mengingatkan bahwa Wajib Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Penambahan Nilai (PPN) dan Pajak BUmi dan Bangunan (PBB) sangat berbeda karakter Wajib Pajaknya, kemudahan-kemudahan ini harus terus ditingkatkan. Karena system sangat berpengaruh terhadap karakter Wajib Pajak dimana PBB dalam penghitungannya masih menganut sistem official assessment, sedangkan yang non PBB sudah menganut self assessment.
“Mengingat self assessment ini, Wajib Pajak menghitung, menyetorkan dan melaporkan pajak yang terutang dilakukan mandiri oleh wajib pajak, jangan sampai wajib pajak merasa sulit memenuhi kewajiban perpajakannya,” papar Anis.
Anis yang juga menjabat sebagai Wakil ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini juga mengingatkan agar Law Enforcement sebagai penegakan hukum yang benar harus ditegakkan tanpa pandang bulu.
Menurutnya, hal ini penting untuk memberikan deterrent effect yang efektif sehingga meningkatkan kesadaran dan kepedulian sukarela wajib pajak. Hal ini disampaikannya terkait dengan celah korupsi yang diduga karena adanya metode pemeriksaan pajak yang dibagi menjadi pemeriksaan lapangan dan pemeriksaan kantor.
Dengan pemeriksaan lapangan, pemeriksa pajak cukup menyatakan bahwa wajib pajak sedang diperiksa atas dugaan pembayaran pajak yang kurang dari yang seharusnya. Dengan sendirinya, wajib pajak berada pada posisi yang terintimadasi. Kondisi inilah yang menyebabkan wajib pajak seringkali tergiur untuk melakukan negosiasi tidak halal dengan pemeriksa pajak.
Namun demikian, Doktor Ekonomi Islam ini menegaskan bahwa prasangka negatif kepada aparat perpajakan harus digantikan dengan prasangka positif. Karena prasangka negatif bisa menyebabkan wajib pajak defensif dan tertutup. Mereka akan cenderung menahan informasi, tidak kooperatif dan berusaha memperkecil nilai pajak yang dikenakan pada mereka dengan memberikan informasi sesedikit mungkin.
“Kita harus membangun kepercayaan masyarakat terhadap pajak. Dan inilah PR besar kita, apalagi dengan kasus ini karena masyarakat pernah trauma dengan kasus ‘Gayus’,” katanya.
Legislator asal DKI Jakarta ini pun menyampaikan komitmennya untuk mengawal kasus ini sampai terungkap jelas. Kasus ini akan menjadi evaluasi bagi DJP dan Kemenkeu untuk melakukan pembenahan. Dan seandainya berkaitan dengan UU maka harus segera dibahas bersama antara Pemerintah dengan DPR.
“Kita semua sangat berharap penegakan hukum atas kasus ini dapat transparan sehingga tidak akan kembali mencederai kepercayaan wajib pajak kepada otoritas pajak atau sebaliknya,” pungkasnya. (Bie)