Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi III DPR, Santoso, mengajak pimpinan partai politik (parpol) dengan membuka ruang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk terlibat dalam pesta politik di Indonesia mendatang, guna menghapus politik identitas yang terjadi di masyarakat.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan pada rakyat untuk memilih pemimpin dengan pilihan yang banyak dan beragam.
“Saya mengajak kepada pimpinan partai, di 2024 mendatang jangan tercipta lagi politik identitas, sehingga hal itu tetap bertahan. Jadi berikan kesempatan pada rakyat untuk memilih pemimpinnya yang pilihannya banyak, sehingga tidak terkebiri. Sehingga tidak tercipta pengkotakan semacam ini,” kata Santoso dalam RDPU Komisi III DPR RI dengan perwakilan Ahlussunnah Wal Jamaah dalam rangka menerima masukan tentang pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Senin (6/11/2021).
Politisi Partai Demokrat pun menilai, keadaan agama islam yang diidentikkan dengan teroris tersebut juga dipengaruhi situasi politik identitas yang terjadi sejak 2014 lalu di Indonesia. Kondisi tersebut, menurutnya, membentuk kubu yang saling tarik menarik sebagai akibat dari politik identitas yang terjadi masyarakat.
“Politik tersebut (politik identitas) begitu mengental pada pilpres 2014 dan 2019 lalu. Kenapa? Dengan dua kutub kekuatan, yang satu didukung oleh golongan apa dan di golongan satunya didukung golongan lainnya, sehingga pasca-Pilpres pun terjadi kekuatan tarik menarik dari kedua kutub itu,” paparnya.
Tak hanya itu, lanjut Santoso, kejadian yang terjadi saat ini merupakan dampak dari konflik Amerika Serikat dari Afganistan dan konflik dengan kehadiran Osama Bin Laden di Timur Tengah. Dengan kejadian tersebut, di Indonesia sendiri berpengaruh pada pandangan masyarakat,sehingga timbul istilah terorisme.
“Namun (di Indonesia) diterima secara negatif oleh mereka yang melihat keberadaan islam di Indonesia. Untuk itulah dalam situasi ini, dengan mundurnya Amerika, tidak lagi fokus pada penanganan terorisme, tidak lagi fokus pada ajaran ajaran, apakah islam atau lainnya yang dianggap frontal atau brutal,” jelasnya.
Dirinya berharap, pada masa Pilpres mendatang, akan ada banyak calon pemimpin dan wakil pemimpin yang banyak dan beragam, sehingga masyarakat memiliki berbagai pilihan yang lebih tepat yang kemudian politik identitas yang saling tarik menarik, bahkan saling berkonfrontasi dapat diminimalkan di masa mendatang.
“Saya harapkan mari kita sama sama berdoa, agar para ulama, para habaib tidak masuk di dalam konflik politik identitas itu. Meskipun kita memiliki hak politik siapa yang menjadi calon kita, baik legislatif maupun presiden. Kedewasaan inilah yang kita butuhkan,” pungkas legislator dapil DKI Jakarta III itu. (Bie)