Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi IV DPR Fraksi Partai Demokrat, Bambang Purwanto, mempertanyakan peran Bulog dalam mengimplementasikan perintah dan kebijakan Presiden RI Prabowo Subianto untuk membeli harga gabah kering panen (GKP) dari petani sesuai Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp6.500/kg.
Hal tersebut disampaikan Bambang merespons kabar pembelian harga GKP para petani yang ada di Kabupaten Pulpis dan Kapuas Kalimantan Tengah (Kalteng).
Kabarnya, harga gabah kering panen GKP di Kabupaten Pulpis dan Kapuas Kalimantan Tengah (Kalteng) tak sesuai dengan yang ditetapkan pemerintah.
“Lantas kemana Bulog di saat petani panen kok tidak ada gerakan turun untuk menampung gabah petani sesuai perintah Presiden,” kata Bambang Purwanto kepada wartawan, Senin (17/2/2025).
Ia mengungkapkan, harga GKP di Kabupaten Pulpis berbeda-beda. Untuk wilayah Blanti harga GKP di banderol diangka Rp6500/kg Namun, di wilayah Tahai harga GKP hanya dihargai sebesar Rp6.000/kg
“Gegap gempitanya para petani nampaknya masih menjadi angan-angan ketika hari ini sudah mulai panen seperti di Kabupaten Pulpis wilayah Blanti GKP di harga Rp. 6500 tetapi di Tahai Rp. 6000. Selanjutnya di Kabupaten Kapuas wilayah Tamban Catur dan Dadahub di harga Rp. 6000,” katanya.
Lebih lanjut, ia berharap, Kementerian Pertanian atau Kementan RI untuk dapat menangkap peluang dari hasil panen petani di Kabupaten Pulpis dan Kapuas Kalimantan Tengah (Kalteng).
Legislator asal dapil Kalteng ini mengungkapkan, berdasarkan hasil panen disana menunjukan adanya potensi untuk memacu hasil produksi per hektarnya. Artinya, para petani memiliki peluang untuk bisa panen sekitar 9 ton /hektar (ha).
“Hasil panen petani saat ini bervariasi, kisaran 3,5 – 9 ton / ha, berdasarkan hasil panen ini menunjukan adanya potensi untuk memacu hasil produksi per ha nya, artinya ada peluang bisa panen 9 ton / ha,” ungkapnya.
Bambang menuturkan, selain membuka sawah baru Kementerian Pertanian seharusnya dapat memacu produksi tiap hektar sawah petani melalui bimbingan teknis atau bimtek.
Ia menegaskan, melalui bimtek para petani nantinya akan memahami bagaimana cara memacu produksi pada yang optimal melalui pemilihan benih berkualitas dan cocok.
“Kementan semestinya menangkap peluang ini selain membuka sawah baru juga memacu produksi tiap ha sawah petani melalui bimtek agar petani memahami bagaimana memacu produksi padi secara optimal mulai pemilihan benih yang berkualitas dan cocok, pengolahan lahan yang baik serta perlakuan tanaman yang sesuai dengan karakter benih seperti contoh petani di Tahai yang mampu produksi 9 – 10 ton / ha,” pungkasnya.