Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi V DPR Fraksi Partai Demokrat, Anwar Hafid, menyoroti sekaligus mempertanyakan temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait ekspor bijih nikel ilegal selama periode 2020-2022. Ekspor tersebut mayoritas membanjiri China sebanyak 5,3 juta ton.
Selama periode tersebut, Ukraina juga menerima 444 ribu ton bijih nikel dari Indonesia serta beberapa negara lain termasuk Jerman, India, dan Singapura.
Anwar Hafid mempertanyakan hal ini kepada Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan (Dirjen Hubla Kemenhub) dalam rapat dengar pendapat Komisi V DPR dengan Kemenhub di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/7/2023).
Ia mempertayakan hal itu ke Dirjen Hubla Kemenhub karena ekspor nikel ini masuk ke dalam terminal khusus di pelabuhan yang menjadi ranahnya Kemenhub.
Sebab, sepengetahuannya tidak ada barang Nikel itu yang keluar tidak melalui dari terminal khusus.
“Mohon dikonfirmasi apa benar ini? Modusnya terjadi seperti apa? Tidak mungkin penyelundupan ini yang kecil. Ini menggunakan vasel-vasel yang besar dan ini pelabuhannya jelas,” kata Anwar Hafid.
Menurutnya, ekspor biji nikel ini tidak ada yang ilegal karena wujudnya jelas.
“Di Indonesia ada beberapa sumber nikel, Sulawesi, Halmahera. Saya kira tidak ada yang gelap ini, barang terang benerang,” ujarnya.
Sebab itu, mantan Bupati Morowali ini meminta Dirjen Hubla Kemenhub mengonfirmasi soal kasus ini.
“Mohon dikonfirmasi, apakah Kemenhub Dirjen Hubla yang memiliki kewenangan dalam tersus itu mengetahui atau tidak,” pungkasnya.
Sekedar informasi, dari segi nilai, ekspor terselubung dari Indonesia ini mencapai 320,5 juta dolar AS. Data ini merupakan data berat bersih dan nilai perdagangan resmi dari UN Comtrade untuk klasifikasi bijih dan konsentrat nikel kode HS 26040000.
Data ini bisa kita dapatkan dari sumber terbuka yang disediakan oleh platform Bank Dunia dalam solusi data terintegrasi. Sayangnya, merujuk sumber data yang sama dengan kode HS yang identik, tercatat Indonesia hanya mengekspor 1,47 ton bijih nikel ke seluruh dunia pada tahun-tahun tersebut.
Sementara itu, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa meski masih ada, sejak 2020 hingga 2022, Indonesia tidak mengekspor bijih dan konsentrat dalam jumlah besar. Dalam praktiknya, tiga tahun sebelumnya, secara nilai perdagangan, Indonesia telah mengekspor 1,9 miliar dolar AS bijih dan konsentrat nikel dari 2017-2019 ke seluruh dunia.
Pada periode yang sama ini, seluruh negara yang mengimpor komoditas ini dari Indonesia justru mencatatkan nilai yang jauh lebih tinggi, yakni 3,03 miliar dolar AS. Jika menggunakan asumsi biaya pengiriman dan asuransi sebesar 15-20 persen pun gap perdagangan masih relatif tinggi.
(Bie)