Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar, Supriansa, menyatakan Presiden Jokowi tidak perlu menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Komisi Tindak Pidana Korupsi (Perppu KPK) sebagai pembatalan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
“Saya lebih setuju di judical review ke Mahkamah Konstitusi (MK) lebih elegan,” kata Supriansa di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (31/10/2019).
Pihaknya istana belum lama ini menyatakan Presiden Jokowi masih mempertimbangkan untuk menerbitkan Perppu KPK.
Beberapa waktu lalu juga para aktivis anti korupsi, mahasiswa bahkan pelajar turun ke jalan mendesak agar Presiden Jokowi menerbitkan Perppu KPK sebagai pengganti UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Aksi turun ke jalan tersebut terjadi di berbagai daerah di seluruh Indobnesia. Bahkan sampai menelan korban jiwa.
Beberapa point dalam UU Nomor 19 Tahub 2019 yang merupakan hasil revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dinilai melemahkan lembaga antirasuah tersebut. Diantaranya status pegawai KPK tercantum dalam pasal 1 ayat 7, di mana pegawai KPK akan menjadi Aparatur Sipil Negara/ASN. Hal ini dikhawatirkan akan membuat kinerja lembaga menurun karena bisa dikontrol oleh pemerintah sebagai pegawai negeri.
Lalu mengenai proses penyadapan tercantum di pasal 12 B ayat 1, di mana untuk penyadapan harus mendapat izin dari Dewan Pengawas. Lalu, terdapat ketentuan juga untuk penyadapan diatur jangka waktunya yakni 3 bulan sebelumnya dan hanya bisa diperpanjang 3 bulan berikutnya.
Berikutnya mengenai pembentukan dewan pengawas diatur di pasal 37, di mana komposisinya ketua dan anggota dewan pengawas diangkat oleh presiden.
Terakhir perihal penghentian penyidikan atau SP3 diatur dalam pasal 40 ayat 1, penghentian penyidikan dilakukan dalam jangka waktu 1 tahun jika penyidikan tak selesai.
Menurut anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR ini, pasal-pasal yang dianggap melemahkan lembaga antirasuah itu bisa diajukan ke MK untuk di judical review. Sebab itu, tegasnya, tidak perlu Presiden menerbitkan Perppu KPK. Apalagi Indonesia negara hukum.
“Coba bayangkan di suatu saat nanti ada suatu UU hanya karena tidak untungkan satu kelompok lalu berteman dengan presiden, Perppu itu menjadi mudah. Padahal Indonesia negara hukum. Tempuhlah jalur hukum ke MK,” pungkas mantan Wakil Bupati Soppeng ini. (Joy)
Editor: Bobby