Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo mengatakan, semangat gotong-royong harus kembali digelorakan untuk menyelamatkan BPJS Kesehatan, menyusul keputusan pemerintah kembali menaikkan pembayaran iurannya. Masyarakat yang mampu bisa mensubsidi masyarakat yang kurang mampu. Mestipun ia yakin keputusan pemerintah menaikkan kembali iuran BPJS Kesehatan bukan tindakan gegabah yang dilakukan tanpa perhitungan.
“Pemerintah tentu tidak gegabah membuat keputusan. Saya percaya, mereka (pemerintah) menaikkan iuran BPJS Kesehatan sebagai langkah taktis menyelamatkan BPJS Kesehatan itu sendiri. Kita tahu kan saat ini terjadi likuiditas keuangan yang defisit begitu besar ? Jadi saya kira keputusan ini adalah langkah penyelamatan,” kata Rahmad Handoyo dalam keterangan tertulisnya, Kamis (14/5/2020).
Rahmad membenarkan keputusan menaikkan iuran BPJS merupakan domain pemerintah. Tapi menurut anggota Fraksi PDI Perjuangan ini yang menjadi parameter sebenarnya bukan soal naik tidaknya iuran BPJS Kesehatan itu, melainkan bagaimana sistem jaminan sosial dalam hal ini BPJS Kesehatan ini diselamatkan.
“Kalau BPJS Kesehatan ini tidak diselamatkan, efeknya panjang. BPJS Kesehatan adalah badan yang menaungi masalah kesehatan rakyat, sesuai dengan undang-undang. Karena itu, BPJS Kesehatan harus diselamatkan,” tegasnya.
Legislator asal Boyolali ini mengakui pihaknya sebenarnya belum mengetahui secara detail apa latar belakang sehingga pemerintah memutuskan menaikkan iuran BPJS Kesehatan. “Saya belum mengetahui apa latar belakangnya, mengingat menimbang seperti itu, kita (komisi IX DPR RI) belum tahu . Tapi yang penting adalah BPJS Kesehatan ini harus diselamatkan. Nah penyelamatan dalam hal ini adalah likuiditas,” ujarnya.
Rahmad mengatakan menambahkan sebenarnya yang semestinya ditolak adalah kenaikan iuran kelas III. Dikatakan, peserta BPJS Kesehatan kelas I dan kelas II yang sudah cukup mampu itu hendaknya bergotong royong, membantu, mensuport dan mensubsidi untuk peserta kelas III.
“Nah yang kelas III ini memang serba dilematis, meskipun kami pada prinsipnya tidak setuju tapi karena pemerintah sudah mengambil keputusan seperti ini, ya kita hormati. Kan masih ada jeda sekian bulan,” katanya.
Dikatakan Rahmad, seiring dengan kenaikan iuran ini, pelayanan juga harus ditingkatkan. Paling tidak, fasilitas tidak boleh berkurang, justru ditingkatkan. “Keluhan-keluhan dan birokrasi yang bertele-tele itu harus segera dipangkas,” pungkasnya.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan lagi nyaris 2 kali lipat dari posisi saat ini. Keputusan ini dilakukan tak lama setelah Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen yang diberlakukan Jokowi mulai awal 2020 lalu.
Kenaikan tersebut tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Beleid tersebut ditandatangani Jokowi 5 Mei lalu.
Iuran bagi peserta mandiri dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I naik dari Rp80 ribu menjadi Rp150 ribub atau 87,5 persen per orang per bulan. Kenaikan mulai berlaku 1 Juli 2020.
Iuran bagi peserta mandiri dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II naik dari Rp51 ribu menjadi Rp100 ribu atau 89,07 persen per orang per bulan mulai 1 Juli 2020. Kenaikan mulai berlaku 1 Juli 2020.
Iuran bagi peserta mandiri dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III naik dari Rp25.500 menjadi Rp35 ribu atau 37,25 persen per orang per bulan. Kenaikan mulai berlaku 2021. (Bie)
Editor: Bobby