Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin Ak kembali meminta pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM jenis Pertalite dan Solar ditengah situasi ekonomi rakyat saat ini yang masih berat.
Menurut Amin, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) selalu menimbulkan dampak pengganda (multiplier effect). Antara lain naiknya biaya transportasi, harga barang kebutuhan pokok, biaya perumahan, pendidikan, dan banyak lainnya.
Berdasarkan sejumlah kajian, jika harga pertalite dikerek naik menjadi Rp 10 ribu per liter, maka akan berdampak naiknya inflasi sebesar 7%. Angka tersebut sudah menghitung dampak langsung maupun tidak langsung (multiplier effect).
Dampak langsungnya sendiri akan menambah angka inflasi 0,93 poin persentase atau 0,4 point presentasi untuk setiap kenaikan Rp 1.000 per liter.
Tanpa kenaikan harga Pertalite dan solar aja, inflasi itu trennya naik dan mulai mendekati 5%. Jika harga BBM naik, maka inflasi akan lebih tinggi lagi.
“Kondisi tersebut akan mempengaruhi daya beli masyarakat menengah ke bawah, dan pada akhirnya konsumsi yang selama ini menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi akan melambat,” kata Amin dalam keterangan tertulisnya, Jumat (2/9/2022).
Hasil studi Bank Dunia menyebutkan, terdapat 45% penduduk Indonesia yang kondisinya rentan miskin. Dengan jumlah penduduk saat ini lebih dari 275 juta jiwa, maka jumlah penduduk rentan miskin mencapai sekitar 124 juta orang.
Di sisi lain, pemerintah menyediakan bantuan sosial untuk 16 juta pekerja dengan gaji per bulan Rp 3,5 juta ke bawah.
Amin melanjutkan, pemerintah memang menaikan jumlah anggaran bantuan sosial, namun itu hanya cukup untuk menolong sebagian kelompok rentan miskin. Dari 124 juta orang yang rentan miskin, hanya 16 juta pekerja yang menerima bansos.
“Jika diasumsikan seorang pekerja menghidupi tiga anggota keluarga, artinya ada 64 juta yang tersentuh Bansos, sisanya 60 juta rakyat rentan miskin berpotensi jatuh miskin akibat kenaikan harga kebutuhan pokok maupun biaya hidup lainnya,” beber Amin.
Pada saat yang sama, lanjut Amin, untuk kategori rumah tangga miskin (RTM), pemerintah juga masih menggunakan data yang disusun sebelum pandemi Covid-19. Yaitu Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang disusun Kementerian Sosial dan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).
“Data tersebut perlu diperbarui. Pasca pandemi COVID-19, penduduk yang masuk dalam kelompok termiskin semakin banyak, sehingga banyak rakyat yang berhak menerima berpotensi tidak terdata,” ujar Amin.
Amin juga mengkhawatirkan nasib pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang bisa terancam keberlanjutan usahanya. Kenaikan harga bahan baku sebagai dampak lanjutan dari kenaikan harga pertalite dan solar sangat memberatkan UMKM.
Ia menyontohkan, kenaikan harga telur yang menembus Rp 30 ribu per kg saja pada pertengahan hingga akhir Agustus lalu, itu membuat ribuan pelaku UMKM membatasi produksi mereka.
Bagaimana jika harga berbagai jenis bahan baku lainnya ikut naik, maka akan ada jutaan pelaku UMKM terancam gulung tikar.
“Pertimbangkan kembali dampaknya jika pemerintah menaikan harga BBM saat ini. Pemerintah semestinya bisa menerapkan berbagai cara lain untuk menyelamatkan APBN,” pungkasnya. (Bie)