Oleh: Rizqon Halal Syah Aji Ph.D (Candidat Universitas Kebangsaan Malaysia Pengajar pada Jurusan Ilmu Ekonomi UIN Jakarta)
Di tengah-tengah keperihatinan bersama karena wabah Pandemi Covid-19, kita dituntut kembali menggelorakan semangat kebangkitan nasional yang di miliki Bangsa Indonesia. Kita harus melawan lupa dan kemudian mengokohkan kembali semangat patriotisme dalam upaya melawan Pandemi global yakni wabah Covid-19.
112 tahun yang lalu, tepatnya 20 Mei 1908, pemuda Indonesia yang merupakan mahasiswa STOVIA melakukan perkumpulan dan mendirikan sebuah pergerakan yang benama Budi Utomo. Gerakan ini dipimpin oleh kaum muda intelektual yang sekaligus merupakan mahasiswa kedokteran diantaranya adalah Dr. Sutomo, Dr. Gunawan, dan Dr. Wahidin Sudiro Husodo.
Namun demikian meskipun pada awalnya dipelopori oleh para intelektual muda, namun gerakan ini sudah diawali oleh gerakan-gerakan sporadis kaum buruh. Tujuan mereka sama yakni mempunyai cita-cita terhadap lahirnya sebuah bangsa besar yang bernama Indonesia. Dengan didasari semangat persatuan dan kebangkitan maka pemuda Indonesia bangkit dari kegelapan zaman.
Kondisi Pemuda
Pemuda jika mengambil istilah dari WHO (World Health Organization) disebut sebagai “young people” yakni individu manusia yang berusia 10-24 sesuai dengan kreteria dari International Youth Year tahun 1985. Kondisi sebelum terjadi wabah Pandemi Covid-19, kaum muda dunia mayoritas dalam kondisi menganggur.
Disebutkan oleh International Labour Organization (ILO, 2020), pekerja muda cenderung tidak memiliki pekerjaan dibandingkan dengan penduduk kelompok umur lain. Bahkan ILO (2018), Secara global mencatat ada 77 persen anak muda bekerja informal, namun angka yang lebih menghawatirkan adalah pada kelompok umur perempuan muda di negara berpenghasilan rendah dan menengah yang dipekerjakan pada sektor informal.
Ditilik dari kondisi Indonesia, Pandemi sangat berdampak untuk Kelompok muda Indonesia. Kondisi ini tak terelakan bagi kelompok muda Indonesia menjadi golongan rentan secara ekonomi dan sosial akibat dampak Pandemi. Pemerintah Indonesia pun memberikan warning, tentang dampak global yang akan menghunjam perekonomian Indonesia dan mengakibatkan pengangguran dan kemiskinan.
Upaya pemerintah mengambil tindakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), menjadi kerentanan sendiri bagi kondisi ekonomi dan sosial. Yang menjadi faktor penting di Indonesia, adalah karakteristik pengembangan kota-kota di Indonesia akibat migrasi. Mayoritas kelompok migran adalah usia muda yang bertujuan untuk bekerja ataupun melanjutkan studi.
Menurut Prijono Tjiptoherijanto (1999), urbanization economies adalah faktor yang menjadi pendorong suatu kegiatan usaha yang berlokasi di kota-kota besar sebagai konsentrasi penduduk dan prasarana urban, baik dari sebagai potensi konsumen maupun sebagai sumber tenaga kerja. Selain faktor ekonomi, secara global dampak Pandemi yang juga tidak kalah penting adalah dampak terhadap pendidikan.
Seluruh siswa di dunia mengalami gangguan belajar, yang secara waktu belum diketahui kapan berakhir. Gangguan proses belajar yang mayoritas dialami kaum muda akan berdampak negatif pada pembelajaran, perkembangan mental dan kualitas lulusan.
Untuk kondisi negara-negara berkembang seperti Indonesia, penutupan sekolah memiliki efek buruk khususnya pada siswa miskin, daerah terpencil yang terbatas akses internet. Kondisi ini diperburuk dengan ketidaksiapan SDM pengelola lembaga pendidikan.
Pemuda Melawan
Wabah Pandemi Global “menghantam” dunia pendidikan secara global. Menurut data UNESCO (2020), ada 191 negara melakukan tindakan menutup sekolah. Akibat tindakan itu ada sekitar 91 persen siswa terdaftar atau 1.5 miliar pelajar tidak dapat sekolah. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menengarahi bahwa sektor pendidikan yang paling terdampak karena Pandemi global dengan tempo yang cepat dan skala yang luas.
Indonesia terus berbenah dalam mengatasi problematika pendidikan karena dampak Pandemi-19. Kebijakan pendidikan dengan menerapkan komunikasi dalam jaringan (daring), dipaksa memudahkan tenaga pengajar maupun para pelajar menjalankan proses pembelajaran melalui kontak tidak langsung. Meskipun Indonesia di beberapa daerah terpencil tidak terjangkau jaringan internet dengan baik.
Para pemuda Indonesia tentu tidak mau ketinggalan dalam menggunakan teknologi, terlebih di era revolusi digital ini (4.0 Revolution). Hal ini juga sesungguhnya sudah diingatkan oleh David Romer (1990), menurut teori pertumbuhan baru penduduk diharapkan mengusai perangkat teknologi, agar membantu bertinteraksi dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi.
Sebagai pemuda yang hidup di zaman millineal, tentu akan lebih positif ketika mempunyai ghirah yang sama dengan para pelopor kebangkitan nasional. Penyaluran semangat itu tentu berbeda dengan para pemuda pada masa pra kemerdekaan.
Pandangan mengenai pendidikan yang dijiwai effort pemuda dalam “menelanjangi” teknologi, tentu diharapkan melahirkan gaya baru dalam me-resolusi berbagai persoalan bangsa. Prinsip-prinsip pembelajaran dengan mengambil etos pelopor kebangkitan nasional, bukan hanya sebatas mengikuti komunikasi daring maupun menugasan oleh para pengajar.
Terpenting disini adalah menanamkan effort dengan pembelajaran otodidak melalui perangkat internet. Konsep otodidak merupakan solusi terbaik saat ini, dan konsep ini mewarisi semangat pelopor gerakan pemuda di masa lampau. Pemuda Indonesia mesti melatih diri agar tidak tergantung pada pembelajaran jarak jauh, melainkan belajar “membunuh” rasa malas dengan meningkatkan kreatifitas dan berfikir kritis.
Keluar dari Kerentanan Ekonomi
Sebelum dilanda wabah Pandemi Covid-19, Indoesia rentan akan kemiskinan. Menurut laporan BPS pada Maret 2019, tercatat 9,41 persen orang miskin. Kerentanan garis kemiskinan dikarenakan persoalan upah. Padahal menurut catatan Bappenas RI tahun 2019, pekerja pada sektor informal adalalah 57,27%, lebih tinggi dibandingkan tenaga kerja pada sektor formal sebesar 42,73%. Kondisi ini diperparah dengan dampak Pandemi Covid-19 yang meluluhlantahkan semua sektor ekonomi.
Menurut pemerintah pengangguran akibat dampak Covid-19 akan mencapa 5.2 juta orang. Pada kondisi di luar wabah Covid-19 saja, Indonesia terhuyung-huyung dalam mengatasi problema kemiskinan, terlebih setelah di “hantam” wabah ini, sehingga jelas pertumbuhan ekonomi akan mengalami kontraksi yang kuat.
Jelas, peningkatan kemiskinan karena pengangguran akibat Covid-19 diperkirakan akan lebih dahsyat dibandingkan kenaikan tingkat pengangguran setelah krisis keuangan global 2009. Tak pelak, jika melihat pengalaman tahun 2009, tanpa adanya intervensi kebijakan yang ditargetkan, maka jelas kemungkinannya bahwa kaum muda akan lagi terkena dampak kemiskinan akibat resesi global.
Kesadaran atas ketahanan ekonomi keluarga harus ditanamkan pada kaum muda. Upaya ini memerlukan usaha kuat kaum muda dalam membangun kesadaran berketrampilan. Mengingat ancaman terhadap mata pencaharian para pemuda. Kesadaran kolektif pemuda Indonesia perlu ditumbuhkan dengan cepat untuk mengatasi pengangguran dan kemiskianan pada lingkup kelompok umur produktif.
Semangat ini mesti diilhami dari semangat kebangkitan nasional. Dimana kala itu sebagian besar pemuda Indonesia dalam keadaan kurang beruntung secara ekonomi, namun etos mereka ingin memperbaiki nasib dan mempunyai identitas berwarga negara serta mempunyai kemerdekaan dalam suatu negara yang bernama Indonesia.
Oleh karena itu dengan semangat yang sama, pada upaya melawan dampak Covid-19, pemuda Indonesia harus menghadapi ancaman terhadap hilangnya mata pencaharian mereka.
Langkah-langkah harus diambil oleh pemuda Indonesia untuk mengurangi dampak keuangan terhadap rumah tangga bersifat komprehensif dan cukup untuk menjembatani kesenjangan yang diakibatkan oleh hilangnya pendapatan.
Upaya kreativitas yang inovatif harus dilakukan oleh pemuda Indonesia untuk menerobos pemulihan ekonomi mereka. Kaum muda Indonesia tentu diharapkan mengambil suatu kunci harakah yang berbeda dengan pemuda lain di dunia. Keunggulan pemuda Indonesia mempunyai jumlah yang melebihi jumlah pemuda yang ada di negara-negara lain di dunia.
Pemuda Indonesia diharapkan mampu membuktikan effort dan etos di tengah Pandemi ini, dengan tetap sebagai kontributor utama dari Bonus Demografi Indonesia. Sehingga pemulihan inklusif dan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG’s) selama periode aksi dalam melawan Pandemi Covid-19 ini terus terjaga.
Pemuda Indonesia diharapkan dunia untuk terus berpacu dalam merespons pemulihan ekonomi dan kesejahteraan dalam melindungi hak-hak asasi manusia bagi keberlangsungan kemajuan semua anak muda Indonesia. Sekarang saat paling tepat bagi pemuda Indonesia untuk melakukan perjuangan dalam melindungi negara tercinta dan sebagai relawan yang kuat dalam memutus mata rantai Pandemi Covid-19. []