Jakarta, JurnalBabel.com – Indonesia sedang mengalami bencana non alam maha dasyat dengan banyaknya korban meninggal dunia akibat virus corona (Covid-19). Sayangnya, hal itu dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang mencari keuntungan dibawah penderitaan orang lain.
Belum lama ini, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyinggung soal mafia terkait tata niaga alat kesehatan (alkes). Hal itu terjadi karena impor alat kesehatan Indonesia sangat besar.
Mafia, kata Erick, merujuk pada para pedagang yang lebih suka terus-terusan mengimpor alat kesehatan ketimbang memproduksinya di dalam negeri, lantaran dinilai jauh lebih menguntungkan.
Erick mengatakan, saat ini Indonesia masih 90 persen impor alkes dari luar negeri. Padahal, alkes merupakan komoditas penting yang menyangkut kesehataan jutaan nyawa, sehingga ketergantungan perlu dikurangi.
Menurut Erick, mewabahnya virus corona di Indonesia harus dijadikan cambukan untuk mengubah hal tersebut. Dengan demikian, nantinya bangsa Indonesia tak akan lagi tergantung dengan negara lain.
Atas hal itu, Presiden Jokowi memerintahkan Erick untuk membangun industri farmasi di Indonesia. DPR pun sebagai mitra kerja Pemerintah langsung merespon pernyataan Erick Thohir tersebut dan permintaan Presiden Jokowi itu.
Anggota Komisi III DPR yang membidangi masalah hukum dari Fraksi Partai Golkar, Supriansa, mengapresiasi pernyataan Menteri BUMN Erick Thohir tersebut. Namun, ia meminta Erick Thohir memberikan sinyal-sinyal tersebut ke aparat penegak hukum.
“Saya minta pada Kapolri Idham Azis untuk mencari siapa yang dimaksud pak Erick Thohir itu. Apalagi uangnya dari APBN kita. Kalau saya tangkap saja, minta Kapolri tangkap pelakunya itu,” ujar Supriansa saat dihubungi, Sabtu (18/4/2020).
Menurut mantan Wakil Bupati Soppeng ini, mafia pengadaan alkes ini jangan dikasih ampun karena masalahnya dana alkes itu dipakai untuk penanganan Covid-19 demi nyawa rakyat Indonesia.
“Tetapi kalau ada yang bermain-main seperti itu, jangan beri ampunan menurut saya. Saya minta pada Kapolri untuk mengusut itu,” tegasnya.
Sebab itu, legislator dari daerah pemilihan Sulawesi Selatan ini meminta Erick Thohir untuk membuka nama/kelompok yang dicurigai kepada Kepolisian. “Mana kala polisi lambat, saya kira unsur penegak hukum yang lain bisa terlibat, KPK,” kata anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR ini.
Anggota Komisi IX DPR yang membidangi masalah kesehatan dari Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN), Intan Fitriana Fauzi, mengatakan penegak hukum harus kembali pada aturan. “Sepanjang dia tidak melanggar aturan, tidak ada masalah. Kalau melanggar aturan, pelaksanaanya sesuai peraturan perundang-undangan dan aturan,” ujar Intan Fauzi saat dihubungi terpisah.
Legislator dari daerah pemilihan Jawa Barat IV ini juga yakin Erick Thohir sudah berkoordinasi dengan penegak hukum dalam hal ini pihak Kepolisian atas masalah ini. Disatu sisi, ia menangkap pernyataan Erick Thohir tersebut sebagai ajakan agar di masa pandemi Covid-19 ini bersama-sama menanggulanginya.
“Bukan berarti kemudian kita disibukan masalah siapa mafianya dan harus dihukum. Yang terpenting saat ini yang dibutuhkan masyarakat adalah penanganan. Jangan sampai nyawa masyarakat terabaikan,” katanya.
Wakil Ketua Komisi VI DPR yang membidangi masalah BUMN dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Aria Bima, mengatakan tugas BUMN untuk mengedepankan BUMN untuk menangani persoalan kebutuhan masyarakat yang terjangkau dan tersedia.
“Kalau ada mafia, tentu bagaimana pak Erick Thohir memerintahkan pada jajaran BUMN yang menangani Alkes tidak dipakai untuk saluran tindakan mafia. Saya kira pernyataan Erick Thohir harus ditindaklanjuti ikut monitoring BUMN yang memang ditugaskan pengadaan Alkes,” kata Aria Bima saat dihubungi.
Sebab itu, lanjutnya, masalah ini tidak perlu dilaporkan ke penegak hukum. Pasalnya, tegas dia, tugas BUMN mengawasi dengan transparansi serta ikut menangani persediaan dan keterjangkauan harga.
“BUMN harus melakukan langkah-langkah strategis dengan BUMN luar membangun aliansi strategis, saya kira bisa memotong mata rantai itu,” ujarnya menjelaskan.
Harus Mandiri
Intan Fauzi yang juga Wakil Bendahara Umum DPP PAN ini mengakui pengadaan Alkes masih di dominasi impor, namun di dalam negeri juga memiliki industri Alkes. Bahkan, sebutnya, beberapa kali Komisi IX rapat dengan Perkumpulan Organisasi Perusahaan Alat-alat Kesehatan dan Laboratorium. Intinya mereka menyanggupi untuk memproduksi Alkes dalam negeri.
“Ini harus didukung, cuma memang kendalanya kembali pada sebagian besar bahan baku masib impor,” ungkapnya.
Lebih lanjut Intan mengatakan seharusnya Indonesia sudah bisa mandiri produksi alkes dari yang kecil sampai yang besar. “Bicara alkes harus prestiti seperti masker, alat suntik, seharusnya sudah bisa produksi dalam negeri. Itu yang selalu kami dorong,” katanya.
“Karena itu, pelaku usaha menyanggupi, tetapi memang perlu berbagai relaksasi stimulus dari pemerintah, terutama di masa pandemi ini. Sebenarnya sudah ada berbagai aturan relaksasi dipermudah dalam masa pandemi ini,” tambahnya.
Intan kembali menyinggung bahwa bicara produk Alkes itu harus ada bahan baku tersedia, produksi terjamin, biaya tidak tinggi. Menurutnya, hal itu saja yang dibenahi. Artinya, baik dari sisi pemerintah bagaimana beban biaya tidak tinggi seperti pajak, proses perijinan dan komponen lainnya.
“Lalu bahan baku harus bisa produksi sendiri, sehingga dipakai produsen-produsen alkes. Termasuk pengusahanya sendiri, tentu harus di masa pandemi ini membantu,” tutupnya mengingatkan.
Aria Bima sepakat dengan Intan bahwa pengadaan alkes seluruhnya harus bisa di produksi di dalam negeri. “Artinya kalau tidak terdapat untuk cukupi kebutuhan, baru luar negeri. Kita harus melihat perlunya negara yang berdaulat dan bermandiri dalam sektor pangan, termasuk alkes,” kata legislator dari daerah pemilihan Jawa Tengah V ini. (Bie)
Editor: Bobby