Jakarta, JurnalBabel.com – Presiden Jokowi dalam pidato Sidang Tahunan MPR kemarin menekankan pentingnya kemandirian energi bagi Indonesia. Saat ini Indonesia terus berupaya mencapai kemandirian energi melalui olahan kelapa sawit hingga batu bara.
Anggota Komisi VII DPR Ratna Juwita Sari menyatakan pidato Presiden tersebut sebagai dampak dari disahkannya revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) pada Mei lalu.
“Kita tunggu dampak dari pelaksanaan revisi UU Minerba yang kemarin sudah disahkan. Seberapa jauh kemudahan yang didapatkan dari sektor minerba dengan revisi UU tersebut, utamanya di hilirisasi produk yang arahnya sudah ke energi baru terbarukan (EBT),” kata Ratna Juwita Sari saat dihubungi, Jumat (14/8/2020).
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini sangat mendukung EBT. Namun, sebut Ratna, BUMN masih setengah hati untuk gunakan EBT dengan alasan kompetitif masalah harga.
“Padahal kalau saya bilang misalnya kalau pemerintah memberi ruang energi baru terbarukan, utamanya kita ingin capai 23 persen penggunaan EBT di 2026, itu dimulainya dari sekarang,” ujarnya.
Pada 2019, Indonesia sudah berhasil memproduksi dan menggunakan energi Biodiesel 20 persen (B20). Tahun ini, Indonesia mulai masuk ke B30, sehingga mampu menekan nilai impor minyak. Sementara Pertamina bekerja sama dengan para peneliti telah berhasil menciptakan katalis untuk pembuatan D100 dari bahan minyak kelapa sawit.
Disini, Ratna menekankan hal tersebut juga harus terdistribusi dengan baik dan mesin moda transportasi yang digunakan di Indonesia. Sebagai contoh, kata Ratna, Indonesia harus mencontoh Brazil, dimana saat negara itu ingin menggenjot penggunaan etanol dari bahan tepung sebagai bahan bakar, 10 tahun sebelumnya mereka sudah bekerjasama dengan moda-moda transportasi produk luar.
“Misalnya mau jual mobil di Brazil harus dengan bahan bakar ini. Ini penting agar kita menghasilkan banyak EBT tapi kalau yang pakai tidak ada, percuma,” ungkapnya.
Legislator asal Jawa Timur ini mengapresiasi berbagai upaya pemerintah untuk penggunaan EBT seperti beberapa kilang akan dibangun untuk mengolah minyak mentah menjadi minyak jadi, dan sekaligus menjadi penggerak industri petrokimia yang memasok produk industri hilir bernilai tambah tinggi.
“Kilang-kilang yang akan dibangun seperti yang ada di Tuban, itu diupayakan kompatibel dengan euro 4 dan 5. Harapan kita itu bisa disinergikan dengan regulasi di bidang perdagangan. Kalau kita mau menghasilkan BBM yang ramah lingkungan, kira-kira mesin-mesin yang dioperasikan di Indonesia ini sudah sesuai nggak dengan yang dihasilkan ini,” katanya.
Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR ini menambahkan penggunaan EBT ini juga sedang dipersiapkan oleh Pemerintah dan DPR melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang EBT yang akan masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2021.
“Salah satu point RUU EBT harus ada kebijakan yang membuat rate dari EBT lebih kompetitif, sehingga dapat digunakan khalayak dengan masif agar EBT dapat 23 persen penggunaannya di 2026,” pungkasnya.
(Bie)