Jakarta, JurnalBabel.com – Penyebaran virus corona atau Covid-19 di tanah air sudah cukup masif. Indonesia pun menempati urutan ketiga kasus Covid-19 di Asia Tenggara dengan 514 kasus per 22 Maret 2020. Sebanyak 48 orang diantaranya meninggal dunia.
Situasi ini tentunya berdampak pada berbagai agenda kegiatan yang sudah terjadwal dilaksanakan dalam waktu dekat ini. Salah satunya pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020 pada September mendatang di 270 daerah di Indonesia.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Sabtu (21/3/2020), telah mengumumkan penundaan beberapa tahapan Pilkada 2020 akibat wabah Covid-19 yang semakin merebak saat ini. Keputusan KPU tersebut tertuang dalam Keputusan KPU RI Nomor: 179/PL.02.Kpt/01/KPU/III/2020 dan Surat Edaran Nomor 8 Tahun 2020, tertanggal 21 Maret 2020.
Dalam surat edaran yang ditandatangani Ketua KPU Arief Budiman tersebut, disebutkan hal yang ditunda adalah pelantikan Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan verifikasi syarat dukungan calon perorangan yang belum disahkan. Selain itu juga, menunda pembentukan petugas pemutakhiran data pemilih. Dan yang terakhir adalah tahapan menunda pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih Pilkada 2020.
Sementara untuk pemungutan suara masih sesuai jadwal pada 23 September 2020. Apabila hal itu ingin ditunda, maka Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada harus direvisi oleh DPR bersama pemerintah. Pasalnya, dalam UU Pilkada itu sudah diatur pelaksanaan Pilkada Serentak pada 2020.
Opsi lainnya Presiden Jokowi bisa menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu Pilkada yang nantinya mengatur perubahan jadwal pelaksanaan Pilkada serentak 2020.
Kini timbul pertanyaan apakah perlu atau tidak pelaksanaan Pilkada serentak 2020 pada September mendatang ditunda? Pakar komunikasi politik Hendri Satrio, anggota komisi II DPR dari Fraksi Partai Gerindra Supriyanto dan anggota komisi II DPR dari Fraksi PPP Syamsurizal akan menjawabnya.
Menurut Hendri Satrio, Pilkada serentak 2020 tidak perlu ditunda akibat adanya penyebaran virus Covid-19. Pasalnya, pemerintah memberlakukan tanggap darurat hingga 29 Mei 2020. Artinya, keputusan apakah Pilkada serentak ini perlu ditunda apa tidak, sebut Hendri, menunggu keputusan yang diambil pemerintah setelah 29 Mei 2020.
“Pendaftarannya saja yang diundur. Kalau pelaksanaannya nanti saja diputuskannya. Kan pemerintah sampai 29 Mei keputusan isolasinya,” ujar Hendri Satrio saat dihubungi di Jakarta, Senin (23/3/2020).
Kenapa pendaftaran calon kepala daerah perlu di undur? Hendri mengatakan pergerakan masa akan terjadi apabila tidak diundur. Apabila diundur maka hal itu bisa ditekan. “Misalnya pendaftarannya setelah isolasi selesai. Pendaftaran calon kalau tidak salah Juli,” katanya.
Kesimpulannya kata dia bahwa diusahakan kegiatan-kegiatan yang melibatkan banyak orang diundur. Misalnya jadwal kampanye terbuka dan tertutup ditiadakan. “Jadi menurut saya terlalu pagi menunda pelaksanaan Pilkada serentak 2020,” tuturnya.
Disatu sisi, Hendri Satrio berpendapat bahwa Pilkada serentak bisa ditunda apabila dibuat peraturan baru yang diatur dalam UU Pilkada. Hal ini menurutnya tidak akan menimbulkan kegaduhan asalkan penundaannya tetap di tahun ini. Pasalnya, masa jabatan kepala daerah nantinya hanya 4 tahun. Disebabkan pada 2024 akan ada pelaksanaan Pilkada serentak nasional.
“Kalau mundur cuma dikit doang menjabatnya, kecuali pilkada serentak 2024 juga diundur tapi ini lebih sulit, karena sudah banyak yang selesai di 2022 dan 2023,” jelasnya.
Maka dari itu ia lebih merekomendasikan Pilkada serentak 2020 tetap dilanjutkan sesuai jadwal, namun tunda kegiatan yang melibatkan banyak orang, termasuk dipertimbangkan untuk pendaftaran online.
Dikaji Menyeluruh
Supriyanto mengatakan pihaknya akan mengkaji secara menyeluruh dan pertimbangan yang matang atas adanya masukan agar Pilkada serentak 2020 ditunda. Pasalnya, hal ini menyangkut beberapa hal yang sudah diputuskan seperti anggaran, regulasinya dan lainnya.
“Dalam situasi seperti ini pertimbangannya harus matang. Banyak faktor otomatis akan dilakukan rapat konsultasi dengan pemerintah, pimpinan DPR,” ujar Supriyanto.
Lebih lanjut Supriyanto mengatakan Komisi II setelah masa reses DPR berakhir pada 29 Maret mendatang akan mengadakan rapat dengan pemerintah, KPU, Bawaslu, dengan melibatkan para ahli, akademisi, kepala daerah dan pihak terkait lainnya.
Menurutnya, situasi setiap daerah berbeda-beda penyebaran Covid-19. Tidak semua wilayah terdampak virus tersebut. Hal ini katanya bisa menjadi bahan pertimbangan. “Kita tidak mau ambil keputusan terburu-buru. Keputusan harus dipersiapkan dengan matang dan dikaji,” kata legislator dari daerah pemilihan Jawa Timur VII ini.
Terlalu Singkat
Syamsurizal mengatakan beberapa hal yang patut dianalisa untuk di pertimbangkan yakni bahwa Negara China ketika menyebarnya Virus Corona di Kota Wuhan Provinsi Hubei terjadi pada pertengahan Desember 2019. Kemudian kemenangan Pemerintah China melawan penyebaran Covid-19 mereka PROKLAMIR kan pada pertengahan Maret yang lalu ketika Presiden China tersebut berani berkunjung ke Wuhan.
Artinya, lanjut dia, perjuangan China memerlukan waktu kurang lebih kurang 3 bulan dengan melakukan kebijakan Lock Down kota Wuhan dan China didukung Tenaga ahli dengan dana yang besar serta juga disokong dengan kemauan dan kerja keras serta disiplin yang kuat dari masyarakat dan dukungan perawatnya dikerahkan dari Seluruh daratan China.
“Selanjutnya walaupun sisa waktu yang saya katakan relatif lama ( 6 bulan dari sekarang) untuk malaksanakan Pilkada Serentak 23 September 2020 di Indonesia, jika dikaitkan dengan kasus Penyebaran Virus Corona di Tanah Air dan dibandingkan yang sudah dilakukan dengan Penanganan Kasus Corona di China maka Kondisi akan sangat jauh berbeda,” kata Syamsurizal.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR ini memaparkan beberapa hal terkait Covid-19 di Indonesia. Pertama, penangan kasus penyebaran Corona di tanah air di respon terlambat oleh pihak terkait dalam hal ini Kementerian Kesehatan RI.
Kedua, penangan penyebaran Virus Corona di tanah air menurut beberapa Pengamat terkesan sangat tidak professional dan amatiran. Sebagai contoh bahwa masker dan alat anti septik lainnya sudah hampir tidak dapat ditemui diseluruh pelosok pasar di kota kota di Negara ini, disaat penyebaran Virus Corona sedang mengganas
Ketiga, Indonesia baru mulai mendatangkan perangkat dari China untuk tambahan dukungan pembrantasan Virus Corona yang dijemput dengan Pesawat Hercules kemarin setelah 3 bulan Virus menyebar di dunia
Keempat, melihat jumlah korban meninggal dunia di Indonesia mencapai 48 orang sampai hari ini dan itu adalah jumlah korban meninggal dunia yang terbesar di Kawasan Asia Tenggara, kata Syamsurizal, semua itu menggambarkan kepada kita bahwa kemampuan tenaga kesehatan kita masih belum memadai dan sarana pendukung yang ada belum cukup untuk mengejar pelayanan pengobatan terhadap mereka yang terpapar Covid-19 yang jumlahnya semakin cepat berkembang
Kelima, sepertinya belum ada kesepakatan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menyikapi perlu dilakukan atau tidak kebijakan Lock Down terhadap arus pendatang untuk keluar masuk di beberapa kota di indonesia.
Berdasarkan pada beberapa fakta diatas, Syamsurizal berpendapat maka sepertinya terlalu singkat waktu yang tersisa 6 bulan itu untuk menyelenggarakan Pilkada serentak tersebut secara berkwalitas. Ditambah lagi dalam suasana seperti ini menyebabkan Panitia Penyelenggara Pilkada (KPUD, BAWASLU, DESK PILKADA) dan yang terkait lainnya akan sulit menjalankan dan menuntaskan tepat waktu dari jadwal yang sudah ditetapkan.
“Sehingga dengan demikian penyelenggara Pilkada serentak pada 270 Prop, Kab/Kota tanggal 23 September 2020 adalah sesuatu yang SEMESTINYA DITUNDA agar semua kita bisa memberi PERHATIAN PENUH kepada upaya menyelamatkan masyarakat Indonesia dari cengkraman BAHAYA PENYEBARAN VIRUS CORONA, kecuali ada Pertimbangan lain dari Pemerintah,” pungkas legislator asal daerah pemilihan Riau I ini. (Bie)
Editor: Bobby