Jakarta, JurnalBabel.com – Pakar hukum pidana Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Achmad, mendukung langkah tegas Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menindak tegas oknum yang terbukti melakukan penyalahgunaan utang perusahaan BUMN.
Hal itu, kata Suparji agar perusahaan BUMN bersih dari korupsi serta dapat tumbuh secara sehat dan produktif.
“Saya kira langkah tersebut sangat baik harus didukung supaya memang BUMN itu benar-benar bersih, benar-benar sehat, produktif, transparan pengelolaannya,” ujar Suparji, Kamis (24/3/2022).
Menurutnya, BUMN sebagai sebuah entitas bisnis yang di kelola oleh negara atau instrument bisnis negara harusnya dapat memberikan manfaat bagi negara maupun kemaslahatan masyarakat luas bukan malah sebaliknya.
“Bukan membebani negara, jadi membantu pencapaian tujuan negara yaitu kesejahteraan umum dan salah satunya bisa ditempuh sekiranya bisa dikelola dengan profesional dengan kredibel, transparan Good Corporate Governance, jadi itu dilaksanakan dengan baik,” jelasnya.
Oleh sebab itu, Suparji meminta rencana Erick Thohir menyikat oknum yang terbukti koruptif harus segera dilakukan secara terarah, terukur dan dapat membuahkan efek jera.
“Tidak sekedar misalnya sebuah daftar keinginan saja tetapi betul-betul ada hasil yang nyata, hasil yang jelas dan itu kan tidak mudah karena apa tentunya banyak juga BUMN-BUMN yang mungkin sudah bertahan lama, ketika ada penelusuran itu juga tidak mudah untuk dilakukan, tetapi itu tidak menyurutkan langkah untuk mewujudkan itu,” kata Suparji.
Selain itu, Erick Thohir juga akan memastikan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada BUMN kini lebih efektif dan tepat sasaran, tidak akan memberikan PMN secara sembarangan kepada BUMN yang tidak memberikan manfaat bagi masyarakat.
Erick mengaku tak segan-segan menindaklanjuti oknum di BUMN yang tidak memanfaatkan dana PMN sesuai kepentingan yang telah ditetapkan.
Menurut Direktur Solusi dan Advokasi Institut (SA Institut) ini, bagi perusahaan BUMN yang sudah berkali-kali diberikan PMN, namun masih tetap saja tidak produktif maka sudah tidak perlu lagi dibantu dengan PMN karena hanya akan membebani keuangan negara.
“Saya kira sebelum mengambil PMNnya dihentikan atau tidak perlu dilakukan evaluasi terlebih dahulu apa penyebabnya, kalau memang ternyata berkali-kali diberikan PMN terus kemudian tidak sehat, saya kira itu tidak perlu diberikan lagi karena itu akan membebani negara,” jelasnya.
Lanjut Suparji, perlu juga dilacak kemana aliran PMN itu beredar, apakah habis hanya untuk sekedar mengaji para karyawan, direksi dan komisaris tanpa adanya imbal hasil signifikan kepada negara maupun masyarakat.
“Jadi dengan impact inilah sebetulnya perlu ditelusuri PMN itu diarahkan kemana, kan logikanya untuk produktifitas BUMN itu bukan dalam rangka operasional menggaji Direksi, Komisaris. Jadi ini saya kira perlu dilakukan evaluasi tentang PMN selama ini kenapa disuntik-suntik terus tapi gak sehat-sehat ya tidak perlu diselamatkan,” tegasnya.
Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyatakan akan menindak tegas atas temuan penyalahgunaan utang perusahaan pelat merah. Apalagi nilai utang BUMN tergolong besar.
Kementerian BUMN kini tengah mengkaji lebih dalam penggunaan utang dan juga penyertaan modal negara atau PMN yang digunakan oleh perusahaan negara tersebut.
Bila ditemukan ada yang memanfaatkan dana PMN tak sesuai peruntukannya, Erick menyatakan tak bakal segan-segan menindak oknum tersebut.
“Itu lah kenapa kita sekarang di bawah kementerian, kita rapikan mana utang-utang produktif dan mana utang-utang yang koruptif. Yang koruptif kita sikat,” kata Erick Thohir
Erick tak memungkiri jika utang perusahaan negara yang besar nilainya cukup besar. “Bayangkan valuasi tiga BUMN saja sudah Rp 1.600 triliun. Jadi kalau ada pihak-pihak, kok utang BUMN besar, ya memang besar, ” ungkapnya.
Mantan bos Inter Milan itu juga memastikan bahwa pemerintah tidak akan memberikan PMN secara sembarangan kepada BUMN yang tidak memberikan manfaat bagi masyarakat.
“Kalau BUMN tidak sehat, tidak kuat lagi secara korporasi, apalagi tidak punya manfaat untuk masyarakat, ya sayang uang negara harus dihambur-hamburkan,” tuturnya.
Erick mengatakan kontribusi BUMN terhadap negara melalui pajak hingga dividen mencapai Rp 377 triliun pada 2020. Sementara jumlah PMN yang diberikan negara untuk BUMN hanya sebesar 4 persen dari total kontribusi BUMN secara konsolidasi.
Erick menyebut PMN dialokasikan untuk melakukan akselerasi transformasi BUMN. Erick menyampaikan transformasi, baik dari perubahan model bisnis hingga efisiensi terbukti mampu meningkatkan valuasi saham milik BUMN seperti Telkom, Mandiri, dan BRI yang jika ditotal mencapai Rp 1.600 triliun. (Bie)