Jakarta, JurnalBabel.com – Dosen hukum tata negara Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Nur Rohim Yunus, menilai perpindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur dan tidak lagi di Jakarta, tidak harus kemudian menggabungkan daerah Jabodetabek menjadi satu menjadi provinsi Jakarta Raya.
Pasalnya, kata dia, sejatinya adanya penggabungan wilayah atau pemekaran daerah itu didasarkan pada kepentingan peningkatan kesejahteraan rakyat dan pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB).
“Malah harusnya wilayah seperti Tangerang sudah bisa menjadi Provinsi sendiri menjadi Provinsi Tangerang Raya, juga Bogor menjadi Provinsi Bogor Raya,” kata Nur Rohim saat dihubungi, Sabtu (23/7/2022).
Sedang Depok dan Bekasi, tambah dia, dapat dimasukkan ke provinsi Bogor Raya.
“Atau bergabung menjadi kota administrasi baru untuk Depok menjadi Jakarta Tenggara dan wilayah kota Bekasi masuk ke wilayah Jakarta Timur,” ujarnya.
Wacana Bogor, Depok, Bekasi, Tangerang bergabung ke Jakarta menjadi Provinsi Jakarta Raya.
Penggabungan ini juga berkaitan dengan revisi Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Sebab, wilayah ke khususan DKI Jakarta sudah tidak ada, menyusul disahkannya UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara.
Dalam UU tersebut diatur bahwa Ibu Kota Negara dipindah ke Penajam Paser, Kalimantan Timur.
Sebelumnya juga, Wali Kota Depok Mohammad Idris ingin daerahnya lepas dari Jawa Barat dan bergabung dengan Jakarta Raya.
Idris bahkan mengusulkan daerah-daerah penyangga DKI Jakarta lain seperti Bogor, Tangerang dan Bekasi juga digabungkan dengan ibu kota untuk menjadi Jakarta Raya. (Bie)