Jakarta, JurnalBabel.com – Pakar hukum pidana dari Universitas Al-Azhar, Suparji Achmad, meminta pasal pidana untuk pengibar bendera Merah Putih kusam dicabut dari Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKHUP). Pasalnya, hal itu tidak bisa disimpulkan tak punya jiwa nasionalisme.
“Saya kira lebih baik pasal tersebut dicabut saja, karena berbahaya bagi rakyat kecil dan tidak ada urgensinya,” kata Suparji dalam keterangan tertulis, Kamis (1/7/2021).
Dalam Pasal 235 RKUHP menyebutkan dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II bagi setiap orang yang; (a) memakai bendera negara untuk reklame atau iklan komersial; (b) mengibarkan bendera negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam; (c) mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain atau memasang lencana atau benda apapun pada bendera negara; atau (d) memakai bendera negara untuk langit-langit, atap, pembungkus barang dan tutup barang yang dapat menurunkan kehormatan bendera negara.
Menurutnya, pasal 235 RKUHP yang berisi larangan pengibaran bendera kusam sebaiknya tidak dimasukkan ke dalam KUHP. “Larangan tersebut kontraproduktif,” ujarnya.
Suparji menjelaskan pengibar bendera merah putih kusam bukan berarti tak punya jiwa nasionalisme. Bisa jadi mereka sangat nasionalis di tengah keterbatasan yang ada.
“Karena dengan keterbatasan yang ada, mereka masih tetap mengobarkan kecintaan mereka terhadap NKRI. Jadi soal bagaimana kondisi bendera tersebut dikibarkan, tak perlu jadi soal,” tegasnya.
Suparji menekankan, larangan cukup pada lingkup pembakaran, perobekan atau tindakan yang memang niatnya untuk merendahkan bendera Merah Putih. Kalau mengibarkan bendera kusam menurut dia bukan penodaan.
“Jadi pasal 234 RKUHP sudah cukup dan pasal 235 lebih baik ditinjau kembali karena bisa terjadi multitafsir. Misalnya soal kusam, kategori kusam ini subjektif sekali karena tidak ada ukuran pasti soal ‘kusam’,” katanya.
Suparji berpesan kepada para pemangku kebijakan agar membuat aturan yang memang diperlukan dan mudah penegakannya. Jangan sampai aturan yang ada malah memperberat masyarakat kecil. (Bie)