Oleh: Muhammad Rullyandi, Dosen Hukum Tata Negara Universitas Pancasila
Keputusan Pilkada 9 Desember 2020 menurut pandangan Guru Besar IPDN Djohermansyah Djohan telah menabrak tiga teori diantaranya tidak ada Pilkada jika ada bencana, tidak digelar Pilkada jika orang tidak dalam keadaan aman maupun usulan alternatif mengenai mekanisme pengangkatan pelaksana tugas pemerintah daerah.
Pandangan Guru Besar IPDN tersebut tentunya perlu diuji rasio konstitusionalitasnya. Keseluruhan pandangan tersebut dihubungkan dengan gagasan negara hukum yang demokratis melahirkan suatu problem konstitusional yang berdampak luas dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Problem konstitusional tersebut disebabkan karena tidak sejalannya dengan kaedah prinsip negara hukum yang memenuhi aspek jaminan perlindungan kepastian hukum yang adil dengan pemenuhan hak konstitusional memilih dan dipilih sebagai amanah konstitusi untuk menghindari potensi ketidakpastian kekosongan jabatan yang berkepanjangan.
Hal tersebut sesuai dengan pedoman garis besar rambu – rambu konstitusional yang telah memberikan amanah bagi penyelenggaraan negara termasuk didalamnya proses pengisian jabatan kepala daerah dalam rezim demokrasi lokal.
Perppu No. 2 Tahun 2020 merupakan instrumen konstitusional untuk menghadapi situasi kegentingan akibat bencana non alam wabah pandemi global Covid 19, sehingga telah mempertimbangkan berbagai alasan subjektif dan alasan objektif keputusan dan komitmen negara untuk memutuskan pemilihan lanjutan Pilkada Serentak 9 Desember 2020 sebagaimana ditinjau secara kontekstual ketentuan Pasal 122 A ayat 2 dan Pasak 201 A Perpu No. 2 Tahun 2020.
Serangkaian tindakan cepat dan responsif Pemerintah, DPR dan KPU dalam upaya mencermati dinamika ketatanegaraan ditengah bencana non alam Covid 19 sebagai kebutuhan urgensi konstitusional menghadapi potensi ancaman ketidakpastian hukum kokosongan jabatan kepala daerah yang definitif.
Bencana wabah pandemi non alam Covid 19 dapat dicegah dengan protokol kesehatan yang ketat, tersosialisasi dengan baik dan terimplementasi dengan penuh disiplin sebagaimana diamanahkan oleh WHO.
Menghadapi tatanan New Normal Life maka setiap negara diperlukan proses perubahan kultur adaptasi yang tidak menghentikan dan menunda kegiatan ekonomi dan pemerintahan.
Penyelenggaraan pemilihan aman covid 19 telah berhasil diselenggarakan diberbagai negara sebagai bukti kemampuan pelaksanaan pemilu ditengah pandemi Covid 19 menjadi barometer ukuran bagi tingkat indeks demokrasi suatu negara yang diakui dihadapan internasional.
Sehingga keputusan persetujuan bersama Pemerintah, DPR, dan KPU untuk menyelenggarakan pilkada 9 desember 2020 secara menyeluruh adalah langkah yang konstitusional dan proporsional dengan mempertimbangan keamanan protokol kesehatan covid 19.
Dengan demikian kondisi ketidakpastian berakhirnya wabah pandemi Covid 19 dan dalam waktu yang sangat singkat kedepan untuk menghadapi berakhirnya masa jabatan kepala daerah di 270 daerah tidak memungkinkan suatu negara berdaulat yang demokratis untuk membiarkan tidak menyelenggarakan proses pemilihan lanjutan demi keberlangsungan pemerintahan daerah yang efektif, efisien dan power full dalam mengambil keputusan yang strategis.