Jakarta, JurnalBabel.com – Ketua Tim Khusus Pemenangan Partai Buruh, Said Salahudin, menyatakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) berwenang memproses pelanggaran administratif Pemilu, seperti melanggar tata cara, prosedurbatau mekanisme yang terjadi pada tahapan penyelenggaraan Pemilu.
Hal itu, kata Said, diatur dalam Pasal 460 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
“Pertanyaannya, apakah kegiatan sosialisasi merupakan bagian dari tahapan penyelenggaraan Pemilu? Jawabannya tidak. Tahapan penyelenggaraan Pemilu diatur secara khusus dalam ketentuan Pasal 167 ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu),” kata Said Salahudin seperti dikutip dari koranperdjoengan.com, Kemarin.
Pasal 167 ayat 4 UU Pemilu menyebutkan sebelas tahapan penyelenggaraan Pemilu, yakni perencanaan program dan anggaran serta penyusunan peraturan pelaksanaan Penyelenggaraan pemilu; pemutaktriran data Pemilih dan penyusunan daftar Pemilih; penetapan Peserta Pemilu; penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan; dan pencalonan Presiden dan wakil presiden serta anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Tahapan penyelenggaraan Pemilu berikutnya adalah; masa Kampanye Pemilu; Masa Tenang; pemungutan dan penghitungan suara; penetapan hasil Pemilu; dan pengucapan sumpah/ianji presiden dan wakil presiden serta anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
“Dari uraian 11 tahapan di atas jelas tidak disebutkan adanya tahapan sosialisasi. Diperbolehkannya kegiatan sosialisasi oleh KPU pun tidak dengan sendirinya membuat KPU menambahkan sosialisasi sebagai jenis tahapan baru dalam tahapan penyelenggaraan Pemilu. Dalam PKPU yang mengatur kampanye, tahapan penyelenggaraan Pemilu tetap berjumlah 11 tahapan,” jelasnya.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan diatas, maka menurut Said bahwa Bawaslu seharusnya memahami adanya yurisdiksi atau ruang lingkup yang menjadi batasan dari kewenangan mereka untuk menegakkan hukum Pemilu.
Oleh sebab itu, tegas Said, tidak boleh Bawaslu membatasi ruang gerak partai politik untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat.
“Sosialisasi tidak boleh hanya dilihat dari sisi kepentingan parpol. Sosialisasi juga harus dilihat sebagai hak pemilih untuk mengenal, mempelajari, serta mempertimbangkan visi, misi, dan program parpol dan caleg,” katanya.
“Jika mengandalkan masa kampanye yang pendek, jelas waktunya sangat tidak memadai dan tidak realistis bagi pemilih untuk menimbang-nimbang visi, misi, dan program dari belasan parpol dan puluhan ribu caleg yang kelak akan mereka pilih satu saja di hari pemungutan suara,” pungkasnya.
(Bie)