Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi IX DPR, Irma Suryani Chaniago, menyerukan pembubaran Ikatan Dokter Indonesia (IDI) saat menyampaikan pernyataan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara Komisi IX dengan IDI yang digelar di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/4/2022).
Politikus Partai Nasional Demokrat (NasDem) itu marah dan menyinggung dugaan ketidakadilan IDI dalam polemik rekomendasi pemecatan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) terkait pemberhentian Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dari keanggotaan IDI.
“Bubarkan saja IDI, ngapain, cuma organisasi profesi kok, dan IDI itu cuma memberikan rekomendasi. Sama dengan Komisi IX, kami tidak bisa memberikan sanksi ke pemerintah, hanya memberikan rekomendasi, boleh dipakai boleh tidak,” kata Irma.
Irma kemudian menyinggung IDI yang tidak sejalan dengan visi misi keprofesian. Ia menyebut IDI tidak mencerminkan nilai-nilai untuk menyejahterakan anggota sejawat lantaran isu pemecatan Terawan. Selain itu, Irma menyebut setidaknya ada 2.500 dokter muda yang tidak lulus uji kompetensi tahun ini dan bakal menganggur.
Irma juga menyebut IDI tidak melakukan pembinaan dan pengembangan kemampuan profesi anggota. Terbukti menurutnya dengan praktik terapi cuci otak Terawan atau yang dikenal juga sebagai metode Intra-Arterial Heparin Flushing (IAHF) yang merupakan modifikasi Digital Subtraction Angiography (DSA) itu malah dihentikan.
“IDI tidak mensejahterakan anggota, orang seenak udel-nya saja memecat anggota,” tegasnya.
Lebih lanjut, Irma juga menyinggung vaksin Nusantara yang diprakarsai Terawan namun malah ‘dijegal’.Nasib vaksin Nusantara telah ditentukan melalui nota kesepahaman alias MoU antara Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan dan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) pada 19 April lalu.
Dari MoU itu disepakati bahwa proses pengambilan sampel darah relawan di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta itu hanya dilakukan guna kepentingan penelitian dan pelayanan. Artinya, proses vaksin Nusantara ini bukan uji klinis vaksin untuk dimintakan izin edar oleh BPOM, melainkan hanya layanan kepada masyarakat.
“Terkait vaksin Nusantara, lah kok malah IDI tidak mendukung produksi vaksin Indonesia yang dibuat anak bangsa Indonesia. Ini ada apa IDI dengan korporasi kesehatan dunia? Ini akan menjadi pertanyaan, saya terus terang curiga ini ada apa IDI dengan korporasi farmasi ini,” ujarnya.
Irma kemudian juga mengusulkan agar DPR mampu mengawal revisi UU Nomor 24 tahun 2009 tentang Praktik kedokteran. Dalam beleid itu, terdapat ketentuan bahwa Surat Izin Praktik (SIP) dokter harus menyertakan surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh IDI.
Dengan kondisi seperti itu, maka terdapat peluang dokter yang telah ‘dipecat’ tidak dapat melakukan praktik lantaran terganjal SIP. Adapun SIP dikeluarkan oleh dinas kesehatan setempat dengan di antaranya menyerahkan Surat Tanda Registrasi (STR) yang dikeluarkan oleh KKI, serta surat rekomendasi IDI.
“Saya justru hari ini ingin Komisi IX melakukan revisi kepada UU Praktik Kedokteran ini, supaya IDI tidak superbody, yang semena-mena terhadap anggotanya. Harusnya IDI melindungi anggotanya, bukannya memecat anggota yang punya inovasi bagus,” kata Irma.
Babak ‘pertarungan’ antara MKEK, IDI, dan Terawan masih belum berakhir. Polemik ini masih seputar rekomendasi pemberhentian keanggotaan Terawan dari IDI yang disebut sudah berprose sejak 2013 silam.
Namun demikian, IDI baru-baru ini telah memberikan sinyal tegas atas hasil putusan MKEK soal pemberhentian Terawan. Organisasi profesi itu memiliki waktu 28 hari sejak putusan rekomendasi pemberhentian Terawan oleh MKEK pada 25 Maret lalu melalui sidang Muktamar IDI ke-31 di Banda Aceh.
(Bie)