Jakarta, JurnalBabel.com – Pemerintah melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Tjahjo Kumolo resmi menghapus tenaga kerja honorer per 28 November 2023.
Hal itu tertuang dalam Surat Menteri PAN-RB perihal Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Nomor B/165/M.SM.02.03/2022 yang diterbitkan 31 Mei 2022.
Kemudian, pengangkatan pegawai melalui pola outsourcing sesuai kebutuhan diharapkan dilakukan dengan mempertimbangkan keuangan dan sesuai dengan karakteristik masing-masing K/L/Daerah.
Anggota Komisi II DPR, Anwar Hafid, mendukung langkah yang dilakukan oleh Menpan RB tersebut. Pasalnya, dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), sudah mengatur larangan penerimaan tenaga honorer. Kecuali ada hal-hal yang diperlukan.
Dalam beleid ini disebutkan, pegawai non-PNS di instansi pemerintah masih tetap melaksanakan tugas paling lama lima tahun saat peraturan tersebut berlaku atau 2023. Juga disebutkan setelah honorer dihapus, status pegawai pemerintah mulai 2023 nanti hanya ada dua jenis, yakni Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sesuai amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN).
“Jadi kalau sekarang mulai ditegaskan, itu langkah yang tepat,” kata Anwar Hafid saat dihubungi, Jumat (3/6/2022).
Disatu sisi, Anwar Hafid mengatakan Pemerintah harus memikirkan terbengkalainya tenaga kerja honorer kategori K1 dan K2, yang belum lulus tes dan sudah mengabdi puluhan tahun.
Langkah konkrit yang harus dilakukan Pemerintah untuk menuntaskan hal itu, Anwar mengklaim sesuai kesepakatan yang pernah disepakati semua fraksi dan Komisi di DPR yang tergabung bersama Pemerintah pada saat itu, langsung diangkat menjadi ASN.
Menurut mantan Bupati Morowali ini, Pemerintah bisa memberikan afirmasi khusus kepada tenaga honorer ini diangkat langsung menjadi PPPK atau PNS jika serius menuntaskan masalah ini. Sebab, tegasnya, banyak tenaga honorer yang sudah mengabdi puluhan tahun, sementara teman-temannya diangkat menjadi PNS yang lain tidak diangkat.
“Ini kan persoalan keadilan sebetulnya,” tegas Anwar.
Lebih lanjut Politisi Partai Demokrat ini mengatakan Pemerintah bisa mencontoh kebijakan yang dilakukan di era Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ketika itu, 1,1 juta tenaga honorer K1 dan K2 yang sudah mengabdi puluhan tahun langsung diangkat menjadi PNS/ASN tanpa melalui tes.
“Sayangnya program itu tidak berlanjut, sehingga sekarang jadi masalah kan. Ini dibutuhkan kebijaksanaan dan kearifan pemerintah untuk menyelesaikan,” ujarnya.
Sekedar informasi, honorer kategori 1 (K1) merupakan tenaga honorer yang pembiayaan upah/honornya langsung dibiayai oleh APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) atau APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Dimana tenaga honorer yang masuk kedalam daftar kategori 1 merupakan para pegawai yang sesuai dengan Permen PAN-RB Nomor 5/2010, yaitu tenaga honorer yang bekerja di instansi pemerintahan terhitung mulai tanggal (TMT) 1 Januari 2005, secara terus menerus. Honorer K1 memiliki peluang langsung diangkat menjadi PNS.
Sementara, honorer Kategori 2 (K2) adalah tenaga honorer yang diangkat per 1 Januari 2005, namun bedanya mereka tidak mendapat upah dari APBD/APBN seperti honorer K1. Bagi tenaga honorer kategori 2 yang ingin diangkat menjadi CPNS, maka ia harus mengikuti tes atau seleksi terlebih dahulu.
Anwar juga mengingatkan bahwa Pemerintah jangan terus merekrut tenaga honorer karena pertimbangan politik.
“Karena dulu tim sukses, maka ketika terpilih dilantik dimasukan semua tenaga honorer tanpa pertimbangkan kebutuhan. Jangan nepotisme, benar-benar sesuai kebutuhan,” katanya.
Harus Melalui Tes
Wakil Ketua Komisi II DPR, Syamsurizal, mengatakan kebijakan Menpan RB menghapus honorer pada 2023 merupakan implementasi dari UU ASN dan PP Nomor 49 Tahun 2018.
Ia menjelaskan syarat penerimaan tenaga honorer menjadi PPPK dan PNS. Mereka yang usianya dibawah 35 tahun pada saat lulus tes pada saat penerimaan CPNS, mereka diangkat menjadi PNS. Lalu mereka yang diatas usia 35 tahun yang ikut tes, lulusnya jadi PPPK.
Artinya, lanjut politisi PPP ini, Pemerintah berpedoman pada Pasal 60-62 UU ASN bahwa proses penerimaan PPPK-PNS harus melalui proses seleksi/tes untuk menjaga kualitas. Apalagi, ungkap dia, saat ini jumlah tenaga honorer mencapai 1 juta lebih.
“Kemenpan RB itu berpedoman pada pasal 60-62 UU ASN. Artinya, semua harus di tes untuk menjaga kualitas, tidak bisa tidak di tes” jelas Syamsurizal yang juga Ketua Panja Revisi UU ASN saat dihubungi terpisah. (Bie)