Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi XI DPR, Anis Byarwati, apresiasi kerja keras Pemerintah untuk menangkal terjadinya resesi. Namun karena resesi ini dialami oleh hampir semua negara di dunia, kata Anis, maka focus kita bukan pada resesinya akan tetapi bagaimana kita bisa meminimalisir dampak dari resesi.
Pemerintah sendiri telah mengumumkan resmi resesi pada bulan November ini setelah BPS mengumumkan bahwa pertumbuhan ekonomi di kwartal ketiga -3,49%. Dan suatu negara dinyatakan resesi Ketika pertumbuhan ekonominya mengalami negative pada dua kwartal berturut-turut.
Dengan melihat empat variable pertumbuhan ekonomi (konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah, eksport import dan investasi), Anis mengingatkan bahwa dampak dari resesi yang paling dikhawatirkan adalah lonjakan pengangguran yang cukup tinggi yang berdampak pada lonjakan jumlah masyarakat miskin.
Sementara untuk daya beli, Anis menilai tidak semua masyarakat kehilangan daya belinya.
“Ada sebagian masyarakat yang memiliki tabungan atau memiliki pendapatan yang cukup untuk belanja kebutuhannya. Hanya saja mereka menahan belanjanya, karena wabah masih berlanjut,” kata Anis dalam keterangan tertulisnya, Senin (9/11/2020).
“Karenanya, saya mengusulkan kepada pemerintah agar perhatian lebih diberikan kepada masyarakat yang terkena dampak paling parah dari pandemi ini,” tambahnya.
Sementara itu, politisi senior PKS ini mengatakan, dunia usaha juga perlu dorongan atau bantuan pemerintah untuk bisa bertahan dimasa pandemi ini.
“Ketika dunia usaha tidak bisa bertahan, mereka melakukan efisiensi, merumahkan karyawannya dan melakukan PHK,” papar Anis.
Dampak langsung kepada mereka ini, akhirnya membuat konsumsi masyarakat menurun. Dan ketika konsumsi masyarakat menurun akibatnya pertumbuhan ekonomi juga akan menurun.
Doktor Ekonomi lulusan Universitas Airlangga ini memberikan catatan kritis bahwa selama ini ekonomi Indonesia terlalu bertumpu pada aspek konsumsi.
Tercatat, kontribusi konsumsi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 57%. Sementara kontribusi belanja pemerintah tidak sampai 10%.
“Jadi ketika konsumsi rumah tangga anjlok, otomatis yang lain juga terbawa,” tegas Anis.
Data BPS mencatat, di kwartal ketiga tahun ini, belanja pemerintah menunjukkan kenaikan. Akan tetapi belum cukup untuk melakukan ekspansi di dalam rangka mendorong konsumsi masyarakat.
Anis juga mengatakan bahwa konsumsi rumah tangga yang anjlok, investasi yang masih wait and see karena situasi ekonomi global juga belum membaik, dan aktivitas export import masih belum dapat didesak, menjadikan Pemerintah harus berfikir ulang tentang aspek yang harus diberikan focus dalam masa resesi ini.
“Yang paling realistis menurut saya, bagaimana pemerintah bisa membantu masyarakat menghadapi resesi selama pandemi dan kemudian membantu mereka untuk tidak kehilangan daya belinya,” katanya.
Anis meyakini bahwa Pemerintah sudah punya strategi yang disiapkan mengingat Komisi XI sudah sering menyampaikan secara langsung kepada Menteri Keuangan tentang pentingnya pemerintah menjaga daya beli karena sampai saat ini konsumsi menjadi penopang ekonomi nasional.
Legislator dari daerah pemilihan Jakarta Timur ini menegaskan bahwa di masa yang akan datang, perlu ada harapan yang lain sebagai pengganti konsumsi untuk pertumbuhan ekonomi nasional.
“Belanja pemerintah bisa didorong sehingga jumlahnya naik, investasi yang sekarang masih negatif juga bisa ditingkatkan. Begitu juga sector UMKM yang jumlahnya sangat besar yaitu 99% dari jumlah pelaku ekonomi nasional, harus benar-benar diberi bantuan dan perhatian,” pungkas Anis. (Bie)