Jakarta, JurnalBabel.com – Revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Pemilihan Umum (RUU Pemilu) sudah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2020. Komisi II DPR sebagai pengusul RUU ini dalam waktu dekat akan membahasnya.
Anggota Komisi II DPR, Zulfikar Arse Sadikin, menyatakan pada 8 Juni 2020 fraksi-fraksi di Komisi II DPR mengirimkan pandangan mininya terkait RUU Pemilu. Setelah itu Badan Keahlian DPR mempersiapkan draft RUU yang nantinya dibahas di Komisi II. Berikutnya draft tersebut diserahkan ke Badan Legislasi (Baleg) DPR untuk harmonisasi.
Zulfikar yang juga anggota Baleg DPR dari Fraksi Partai Golkar ini berharap pada masa sidang DPR tahun ini, RUU itu sudah dibawa ke Rapat Paripurna untuk mensahkan RUU Pemilu menjadi usulan inisiatif DPR.
“Masa sidang berikutmya bisa dibahas bersama pemerintah,” kata Zulfikar mengharapkan di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/6/2020).
Legislator dari daerah pemilihan Jawa Timur ini memaparkan beberapa point krusial dalam pembahasan RUU Pemilu nantinya. Diantaranya, perubahan sistem pemilu dari sistem proporsional terbuka ke tertutup atau campuran, sistem konversi suara ke kursi parlemen, ambang batas parlemen, ambang batas pencalonan Presiden, dan besaran kursi per daerah pemilihan (dapil) sesuai jumlah penduduk.
“Point krusial RUU Pemilu tidak jauh beda dengan revisi yang dulu terkait sistem pemilu,” ungkapnya.
Point terbaru dan harus diakomodir dalam pembahasan RUU Pemilu, sebut Zulfikar, terkait pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Pemilihan Legislatif (Pileg) DPR, DPD RI, DPRD, Pemilihan Presiden (Pilpres), secara bersamaan atau serentak.
“Terbaru terkait Pemilu serentak dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 55/PUU/XVII/2019 tentang Pemilu serentak,” ungkapnya.
Zulfikar kembali memaparkan beberapa point dari putusan MK terkait Pemilu Serentak. Pertama, menurut MK rekayasa sistem pemilu harus memperkuat sistem presidensial. Kedua, Pemilu serentak (Pileg dan Pilpres) 2019 merupakan konstitusional. Ketiga, keserentakan Pemilu yang konstitusional dan mutlak hanya perlu untuk Pileg DPR, DPD RI, dan Pilpres, harus bersamaan atau serentak.
Sementara untuk Pilkada dan Pileg DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota, kata Zulfikar, diserahkan kepada pembentuk Undang-Undang, yakni DPR dan Pemerintah.
“Itu lah yang melahirkan pemisahan Pemilu nasional (Pileg DPR, DPD RI) dan Pemilu lokal (Pileg DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota, Pilkada,” katanya.
Zulfikar menambahkan, putusan MK soal Pemilu serentak tersebut juga sekaligus mengoreksi pelaksanaan Pemilu Serentak 2019. (Bie)
Editor: Bobby