Jakarta, JurnalBabel.com – Mahkamah Konstitusi (MK) kemarin mengabulkan sebagian gugatan terhadap Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Dalam putusannya, MK menetapkan syarat pendaftaran capres-cawapres harus berusia minimal 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota.
Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI), Karyono Wibowo, menilai putusan MK tersebut sangat ambigu. Sebab, MK sebelumnya menolak gugatan permohonan batas usia minimal capres-cawapres yang diajukan tiga kelompok pemohon lainnya.
MK menyebut batas usia minimal capres- cawapres merupakan open legal policy atau kewenangan DPR sebagai pembentuk undang-undang. Itu diungkapkan MK saat menolak gugatan yang diajukan pemohon lainnya.
“Tapi, pada saat memutuskan perkara mahasiswa Almas Tsaqib Birru Re A, MK malah menambah frasa pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah. Padahal, di awal dia (MK) sudah menyerahkan bahwa soal syarat pencalonan cawapres itu adalah kewenangan DPR dan pemerintah. Semestinya MK tidak masuk lagi di ranah itu,” kata Karyono dalam keterangannya, Selasa (17/10/2023).
Putusan MK ditengarai akan menguntungkan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang saat ini berusia 36 tahun. Putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu digadang-gadang bakal menjadi bakal cawapres mendampingi Prabowo Subianto.
Adapun permohonan uji materi tersebut diajukan Almas Tsaqibbirru, putra Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman. Almas juga diketahui berstatus mahasiswa Universitas Negeri Surakarta (UNS). Sementara Ketua MK Anwar Usman diketahui merupakan besan Jokowi.
Karyono menambahkan, putusan MK juga bakal memicu konflik tajam antaran Jokowi dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Bahkan, bisa menjalar menjadi konflik horizontal antara pendukung Jokowi dan simpatisan PDIP jika tidak segera diredam.
“Tentu ini akan menimbulkan polemik yang berkepanjangan. Bahkan lebih dari itu, putusan MK itu bisa menimbulkan konflik vertikal dan horizontal. Konflik Jokowi dan Megawati dan pendukungnya akan tajam karena Gibran yang dibesarkan oleh PDIP, kemudian tiba-tiba keluar dari PDIP dan bergabung dengan Prabowo,” ujarnya.
(Bie)