Jakarta, JurnalBabel.com – Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja menyampaikan Ekonomi Indonesia berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto pada triwulan III 2024 atas dasar harga berlaku Rp5.638,9 triliun, atas dasar harga konstan Rp3.279,6 triliun, sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III 2024 jika dibandingkan triwulan III 2023 atau secara tahunan (yoy) tumbuh sebesar 4,95 persen.
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bidang Ekonomi dan Keuangan, Anis Byarwati, mencermati laporan BPS terkait pertumbuhan ekonomi Triwulan III-2024 lebih rendah dari Triwulan-II 2024 yang tumbuh sebesar 5,05 persen.
“Pertumbuhan ekonomi triwulan II saat ini melambat, tentu dampak dari lesunya perekonomian nasional,” kata Anis di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.
Anggota Komisi XI DPR RI ini mengungkapkan bahwa selama Triwulan III-2024, lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan signifikan diantaranya Jasa lainnya sebesar 9,95 persen; Transportasi dan Pergudangan sebesar 8,64 persen; serta Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum sebesar 8,33 persen.
“Sementara itu, Industri Pengolahan yang memiliki peran dominan terhadap perekonomian Indonesia hanya tumbuh mampu sebesar 4,72 persen, artinya manufaktur sudah melambat sepanjang triwulan ini,” ujarnya.
Legislator perempuan PKS ini menyebut dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi terjadi pada Komponen PK-LNPRT sebesar 11,69 persen; diikuti Komponen Ekspor Barang dan Jasa sebesar 9,09 persen; Komponen PMTB sebesar 5,15 persen. Akan tetapi Anis mengingatkan pemerintah bahwa pertumbuhan ekonomi Triwulan-III mengalami perlambatan.
“Hal ini tergambar dari sisi komponen konsumsi Rumah Tangga hanya tumbuh sebesar 4,91% jika dibandingkan dengan dua triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,93% dan 5,05%,” ungkapnya.
Menurut anggota dewan asal Jakarta ini mesin utama perekonomian Indonesia yang menjadi penyumbang pertumbuhan ekonomi terbesar selama ini, seperti konsumsi rumah tangga dan industri manufaktur, melambat secara signifikan sepanjang triwulan III tahun 2024.
“Terjadinya deflasi selama lima bulan berturut-turut semenjak bulan Mei 2024, diduga disebabkan oleh melorotnya daya beli masyarakat yang cukup signifikan dan tergerusnya kelas menengah yang selama ini menjadi penopang konsumsi,” kata Anis.
Kinerja industri manufaktur telah mengalami perlambatan selama empat bulan berturut-turut, dimulai sejak Juli 2024 dan berlanjut hingga Oktober 2024. Terakhir, pada Oktober, Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia berada pada level 49,2 alias posisi kontraksi. Perlambatan itu disebabkan oleh turunnya permintaan yang akhirnya menyebabkan penurunan produksi industri pengolahan.
Anis mengatakan sepanjang triwulan III-2024, pelemahan juga terjadi pada konsumsi rumah tangga selaku kontributor utama mesin pertumbuhan ekonomi nasional.
“Indikasi melemahnya daya beli dan konsumsi itu terlihat dari deflasi yang terjadi hingga lima bulan berturut-turut sejak Mei sampai September 2024. Hal ini tidak bisa dilepaskan absennya faktor musiman seperti hari raya, selesainya proses pemilu (Pileg dan Pilpres). Sementara itu, belanja Pilkada baru akan terasa pada Triwulan IV-2024,” ujarnya.
Anggota Fraksi PKS DPR RI ini melihat bahwa melambatnya perekonomian Triwulan III-2024 menjadi signal kuat bagi Pemerintahan baru dibawah Kepemimpinan Presiden Prabowo, untuk segera menata kembali sektor industri manufaktur sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi nasional.
“Melakukan pendalaman industri, terutama hilirisasi yang tidak hanya bertumpu pada sektor mineral, tetapi juga sektor lainnya, seperti pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan,” katanya.