Jakarta, JurnalBabel.com – Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh menyatakan rekomendasi KPK untuk menghentikan sementara program Kartu Prakerja akibat ditemukannya berbagai permasalahan sudah tepat.
“Adanya polemik soal Kartu Prakerja beberapa waktu lalu memang menunjukkan bahwa adanya masalah dalam program tersebut, mulai dari penunjukkan mitra, konten pelatihan, hingga ketepatan penerima manfaat,” kata Khairul Saleh saat dihubungi, Jumat (19/6/2020).
Kemarin KPK memaparkan hasil kajian dan menemukan berbagai kejanggalan program yang diluncurkan Presiden Jokowi pada Maret 2020 ini. Pada akhirnya, KPK merekomendasikan gelombang ke-4 program tersebut dihentikan sementara sampai evaluasi dari gelombang sebelumnya selesai dilakukan dan dilakukan perbaikan untuk kelanjutan program.
Berdasarkan pemaparan KPK, ada empat hal yang perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah terhadap program Kartu Prakerja ini. Pertama, proses pendaftaran. KPK menemukan penyelenggara Kartu Prakerja belum mengoptimalisasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk validasi peserta.
Kedua, platform digital sebagai mitra kerja dalam program kartu Prakerja. KPK menemukan adanya kekosongan hukum untuk pemilihan dan penetapan mitra yang menggunakan Daftar Isian Pelaksana Anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (DIPA BA-BUN). Padahal Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah hanya untuk Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) yang menggunakan DIPA Kementerian/Lembaga.
KPK juga melihat adanya potensi masalah pada penunjukan platform digital yang tidak dilakukan oleh penyelenggaraan Kartu Prakerja dan konflik kepentingan antara platform digital dan lembaga pelatihan.
Ketiga, konten. KPK menemukan banyak konten pelatihan kartu Prakerja yang tidak layak. Beberapa konten juga tersedia secara gratis di YouTube dan konten pelatihan tidak melibatkan ahli.
Keempat, tataran pelaksanaan. KPK menilai metode pelaksanaan program pelatihan berpotensi fiktif, tidak efektif, dan merugikan keuangan negara.
Program Kartu Prakerja ini menghabiskan anggaran sebesar Rp 20 triliun untuk 5,6 juta peserta. Setiap peserta kartu prakerja mendapat paket bantuan senilai Rp 3,55 juta. Paket bantuan itu terdiri dari bantuan pelatihan sebesar Rp 1 juta, lalu insentif pasca pelatihan sebesar 2,4 jt atau Rp 600.000 per bulan untuk empat bulan, serta insentif pengisian survei kebekerjaan dengan nilai total Rp150.000 (3x mengisi survey).
Bentuk bantuan pelatihan sebesar Rp 1 juta itu adalah, peserta membeli video pelatihan online yang disediakan oleh lembaga penyedia pelatihan yang telah ditunjuk Pemerintah, kemudian peserta mengikuti pelatihan, dan setelahnya peserta diberi sertifikat digital.
Menurut Khairul Saleh, program dengan anggaran besar ini sejak awal bermasalah akibat penunjukkan vendor lembaga pelatihan yang tidak transparan. Ditambah lagi adanya konflik kepentingan yang muncul karena salah satu stafsus milenial presiden yang juga merupakan pemilik salah satu lembaga pelatihan yang ditunjuk pemerintah dalam program ini.
Belum lagi inefisiensi dan pemborosan sebagaimana yang kita tahu dari surat KPK kepada Kemenko Perekonomian, sehingga berpotensi merugikan keuangan negara.
“Oleh karena itu, saya mendukung langkah tepat KPK dengan rekomendasi penghentian sementara Program Kartu Prakerja,” ujar Ketua DPP Partai Amana Nasional (PAN) ini.
Legislator dari daerah pemilihan Kalimantan Selatan ini juga berharap ke depan tidak ada lagi program yang dibuat pemerintah seperti program Kartu Prakerja ini.
“Semoga ke depannya tidak ada lagi program serupa yang direncanakan dengan tidak cermat, sehingga hanya menghadirkan kontroversi dan menabrak sejumlah peraturan serta menimbulkan kerugian negara,” harapnya. (Bie)
Editor: Bobby