Jakarta, JurnalBabel.com – Bank Dunia, dalam laporannya Global Economic Prospects edisi Juni 2022, merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 2,9% pada tahun 2022. Angka itu lebih rendah 1,2 persen dari proyeksi edisi Januari 2022 yang sebesar 4,1%.
Pada situs resminya Bank Indonesia (BI) memperkirakan, ketidakpastian ekonomi global diprakirakan masih akan tinggi seiring dengan makin mengemukanya risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan inflasi global, termasuk sebagai akibat dari makin meluasnya kebijakan proteksionisme terutama pangan, yang ditempuh oleh berbagai negara (bi.go.id/Juni 2022).
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 20-21 Juli 2022, memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan. BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) tetap sebesar 3,50 persen, suku bunga Deposit Facility tetap sebesar 2,75 persen, dan suku bunga Lending Facility tetap sebesar 4,25 persen.
Merespon hal ini, Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan, Anis Byarwati, menyampaikan bahwa Bank Indonesia harus cermat melihat perkembangan global dan kondisi ekomomi domestik karena ketidakpastian masih sangat tinggi.
“Tren perkembangan inflasi dan depresiasi rupiah harus menjadi pertimbangan dalam menentukan suku bunga acuan karena dampaknya langsung dirasakan bagi perekonomian nasional,” ujar Anis dalam keterangan tertulisnya, Selasa (26/7/2022).
Politisi senior PKS ini mengingatkan BI untuk terus mengamati kebijakan Bank sentral Amerika Serikat The Fed yang sudah menaikkan suku bunga sampai 150 bps (basis point) hingga saat ini. Kebijakan ini untuk merespons angka inflasi Amerika Serikat yang menembus 9,1 persen pada Juni 2022, tertinggi dalam empat dekade terakhir.
BI juga harus mempertimbangkan kondisi stagflasi yang sedang melanda perekonomian global dan imbasnya sampai ke Indonesia. Risiko dampak perlambatan ekonomi global dan inflasi yang tinggi sewaktu-waktu bisa mengancam pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
“BI harus terus mewaspadai risiko kenaikan ekspektasi inflasi dan inflasi inti ke depan. Perkembangan inflasi sampai semester I tahun 2022 menunjukkan ada kenaikan inflasi pada Volatile Food dan Administered Price,” kata Anis.
Anggota Komisi XI DPR RI ini menganggap langkah-langkah yang diambil BI sudah tepat. BI tidak hanya sekedar mempertimbangkan aspek suku bunga acuan semata. Tetapi juga melakukan bauran instrumen kebijakan dalam menghadaipi kondisi saat ini. Baik melalui stabilisasi nilai tukar rupiah, penguatan operasi moneter, dan suku bunga.
“Kebijakan BI tentu diharapkan dapat memberikan kepastian pada sektor riil yang baru mulai menggeliat terutama sektor UMKM. Kebijakan yang menahan suku bunga acuan ini diharapkan dapat menjaga suku bunga perbankan, sehingga bunga bank pun tidak mengalami kenaikan. Kredit perbankan bisa tetap tumbuh, sehingga stabilitas perekonomian bisa tetap terjaga dan pemulihan ekonomi bisa berjalan dengan baik,” tutup Anis. (Bie)