JurnalBabel.com – Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Dipo Nusantara Pua Upa, menyebut politik uang dan isu Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA) terbukti merusak tatanan demokrasi.
Pasalnya, kata Dipo, dalam konteks Pemilihan Umum (Pemilu), baik itu Pemilihan Legislatif (Pileg), Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), pemilih tidak lagi memilih wakil dan pemimpin mereka berdasarkan hati nurani, tetapi berdasarkan pihak yang membayar.
“Apalagi isu SARA ini dapat menyebabkan perpecahan sesama anak bangsa. Jangan sampai Pemilu selesai, tetapi perpecahan antar anak bangsa terus berlanjut,” tegas Dipo Nusantara saat menyerap aspirasi masyarakat di Ruteng, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa (17/10/2023).
Menurut Dipo, kehidupan berpolitik di Indonesia harus berlandaskan pada Pancasila yang di dalamnya terkandung lima sila.
Siapa pun yang akan dipilih, kata Dipo, adalah wakil rakyat. Sebab itu, rakyat berhak menyuarakan dan berpendapat kepada pemimpin atau wakil rakyatnya untuk kemajuan suatu daerah hingga kemajuan bangsa.
Pada kegiatan bertajuk ‘Sistem Demokrasi Pancasila’ itu, Dipo juga menjelaskan, demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang meletakkan kekuasaan negara tertinggi di tangan rakyat yang diformulasikan melalui sistem perwakilan.
Di sisi lain, Indonesia menganut sistem demokrasi Pancasila. Pancasila adalah ideologi, pandangan hidup, dasar negara, dan sistem filsafat negara dan bangsa.
“Dalam Pancasila kita tertuang di Sila ke-4, bahwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,” kata Dipo seperti dilansir dari ekorantt.com.
“Implementasi demokrasi Pancasila inilah kita melaksanakan Pemilu 5 tahun sekali. Dengan pemilu inilah rakyat Indonesia memilih wakilnya dan juga presiden dan wakil presiden,” sambungnya.
Legislator asal dapil NTT ini pun berjanji akan menampung aspirasi masyarakat yang ada, lalu disampaikan kepada pemerintah pusat. (Bie)