Jakarta, JurnalBabel.com – Staf Khusus Presiden bidang Hukum Dini Purwono menyesalkan adanya gugatan yang dilayangkan warga kepada Presiden Joko Widodo di tengah pandemi virus corona Covid-19.
Gugatan tersebut diajukan warga bernama Enggal Pamukty ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena menilai Presiden Jokowi lalai dalam mengantisipasi penyebaran virus corona.
Namun, Dini menilai seharusnya gugatan itu tak perlu dilayangkan dan penggugat bisa ikut membantu pemerintah bergotong-royong dalam menghadapi virus corona.
Dini juga menegaskan bahwa wabah corona ini adalah force majeure, sesuatu yang berada di luar kendali manusia. Penyebaran corona juga tak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di negara-negara lain di dunia.
Menanggapi hal itu, ahli hukum pidana Suparji Achmad menyatakan gugatan itu bagian dari upaya warga negara menuntut haknya hidup di negara RI mendapatkan perlindungan dari negara berupa jaminan kesehatan dan bekerja atau berusaha secara tenang dan nyaman.
“Gugatan ini hampir sama dengan gugatan warga DKI yang menggugat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan karena Jakarta terjadi banjir,” ujar Suparji Achmad saat dihubungi, Sabtu (4/4/2020).
Ketua Program Studi Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia ini menilai proses hukum ini hal yang wajar dan tidak perlu di maknai kalau tidak membantu pemerintah.
“Tetapi dalam perspektif berpikir positif agar penyelenggara negara dalam menjalankan tugas dan wewenangnya secara cermat dan tepat sehingga tidak menimbulkan kerugian masyarakat,” jelasnya.
Suparji juga menambahkan bahwa negara memiliki kewajiban untuk melindungi segenap rakyat indonesia dan seluruh tanah air Indonesia.
“Dasar inilah warga negara menuntut penyelenggara negara bekerja sesuai amanat konstitusi,” katanya.
Ketika ditanya gugatan apa yang bisa dikenakan kepada Presiden Jokowi, Suparji mengatakan hanya di gugat ganti rugi. “Ya gugatan perdata, gugatan class action karena dianggap lalai dalam menangani virus corona,” katanya.
Dijelaskan Suparji gugatan tersebut diatur dalam KUHperdata Pasal 1365 perbuatan melawan hukum serta Peraturan Mahkamah Agung Nomir 1 Tahun 2002 tentang gugatan clas action.
“Tidak dijerat, tapi dianggap telah lalai dan jika terbukti diminta bayar ganti rugi,” katanya.
Ketika ditanya kemungkinan gugatan ini memenuhi unsur pasal tersebut, Suparji enggak mengomentarinya. Menurutnya biar hakim yang menilainya.
“Ya harus dilihat uraian gugatannya. Apa unsur pasal 1365 terpenuhi atau tidak,” pungkasnya.
Sebelumnya Enggal Pamukti, seorang warga negara Indonesia, menggugat Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait penanganan pandemi Covid-19 yang menuai korban positif ribuan warga.
Pada 1 April 2020, Enggal mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor perkara PN JKT.PST-042020DGB. “Dasar pelaporan ini adalah kelalaian yang menyebabkan kematian,” kata Enggal seperti dikutip dari Tirto, kemarin.
Alasan pengajuan gugatan ini, kata Enggal, sebelum Covid-19 merebak di Indonesia, pemerintah pusat ada waktu 2,5 bulan untuk menyiapkan strategi pencegahan.
Namun, waktu yang ada malah tidak digunakan dengan baik. Pemerintah justru mencederai nalar publik dengan melontarkan jargon seperti ‘makan nasi kucing, jamu resep Jokowi, duta imun, makan tauge atau berdoa’.
“Itu yang menyebabkan saya sebagai Penggugat merasa ‘ini sudah waktunya gugat, [dengan] class action’. Saya selaku pelaku UMKM dan teman-teman saya, merasa dirugikan secara materiel dan imateriel,” jelas Enggal.
Secara materiel, ia menuntut Rp10.012.000.000, sedangkan imateriel, ia merasa dirugikan lantaran karena ada korban meninggal, kekhawatiran masyarakat yang tidak terjawab selama awal wabah merebak di bawah pemerintahan Jokowi.
Selain itu, masyarakat merasa terancam karena tidak ada kebijakan yang pasti dari pemerintah seperti lockdown, karantina wilayah atau pembatasan sosial berskala besar.
Enggal yang juga menjadi wakil enam penggugat lainnya, mengaku telah ‘mengukur’ buzzer-buzzer Istana sebelum pelaporan. “Saya anggap enteng saja, kalau saya mau dilaporkan, laporkan saja. Pasti mereka cari kesalahan saya,” ujar dia.
Bahkan usai pelaporan pun akun sosial medianya telah diserang, tapi dia paham yang dia lawan adalah lembaga negara. Menurut Enggal, pihak negara dapat memberikan bantahan dan pembuktian dalam persidangan nanti. “Tidak ada kata lain, lawan!” (Bie)
Editor: Bobby