Jakarta, JurnalBabel.com – Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Indonesia Audit Watch (IAW) atas dugaan ketidaksesuaian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan sejumlah dokumen administratif.
Pelaporan tersebut dilakukan pada Jumat, 18 Oktober 2024, menyusul rumor bahwa Burhanuddin akan kembali menjabat sebagai Jaksa Agung pada pemerintahan Prabowo-Gibran.
Menurut Guru besar ilmu hukum Universitas Al Azhar Indonesia, Prof Suparji Ahmad, laporan tersebut merupakan isu lama yang sudah terklarifikasi.
Bahkan ia menilai pelaporan tersebut aneh. Pasalnya, KPK tidak menangani masalah administrasi. Alhasil, Prof Suparji berpendapat ada pihak yang ingin mengadu domba Kejaksaan Agung dengan KPK.
“Itulah adu domba antar lembaga pemberantasan korupsi,” kata Suparji dalam keterangannya, Sabtu (19/10/2024).
Untuk masalah hidup mewah dan LHKPN, Suparji meyakini Jaksa Agung Burhanuddin masih on the track. Untuk itu, dapat diyakini tidak seperti yang dilaporkan.
Bahkan, ia menduga ada pihak-pihak yang berkepentingan menggunakan tangan pihak lain untuk membunuh karakter Jaksa Agung Burhanuddin, agar tidak kembali menjabat sebagai Jaksa Agung di pemerintahan Prabowo-Gibran.
“Ya, untuk saat ini kepentingannya adalah jabatan Jaksa Agung,” ungkapnya.
Menurut Suparji, Jaksa Agung Burhanuddin dapat buktikan bahwa selama lima tahun kepemimpinan bisa membawa lembaga Kejaksaan menjadi lebih baik dan lebih dipercaya publik dari tahun-tahun sebelum kepemimpinannya.
Suparji mencontohkan sejumlah kasus besar yang berhasil dibongkar Kejaksaan era ST Burhanuddin, seperti kasus timah, Jiwasraya, hingga Duta Palma.
“Untuk pemberantasan korupsi yang dilakukannya, layak masyarakat untuk memberikan apresiasi,” ujarnya.
Terakhir, Suparji berharap spekulasi-spekulasi atas upaya koruptor dengan mengadu domba antar lembaga pemberantasan korupsi, semestinya dihentikan dan tidak perlu ditanggapi secara serius.
Sebelumnya, Sekretaris Pendiri IAW, Iskandar Sitorus, menyatakan bahwa laporannya tersebut didasari oleh dugaan fraud terkait harta kekayaan Burhanuddin yang tidak sepenuhnya dilaporkan dalam LHKPN.
Berdasarkan data LHKPN periode 2023, Burhanuddin tercatat memiliki total harta kekayaan senilai Rp11,8 miliar. Namun, beberapa aset, seperti kendaraan mewah dan jam tangan, tidak tercantum dalam laporan tersebut.
“Burhanuddin hanya melaporkan satu kendaraan, yaitu Toyota Celica Minibus tahun 2002 senilai Rp44,2 juta. Namun, fakta di lapangan menunjukkan dia kerap menggunakan motor gede, jam tangan mewah, dan mobil Mercy, yang tidak dilaporkan dalam LHKPN,” kata Iskandar dalam keterangan resminya, Jumat (18/10/2024).
Selain ketidaksesuaian harta kekayaan, IAW juga melaporkan adanya dugaan penyimpangan dalam dokumen pendidikan dan data kependudukan Burhanuddin.
Menurut Iskandar, riwayat pendidikan Burhanuddin menunjukkan inkonsistensi, dengan perbedaan tahun kelulusan dan institusi yang dicantumkan di berbagai dokumen.
Misalnya, ada dua versi gelar S1 yang menyebut Burhanuddin sebagai lulusan Universitas Diponegoro (Undip) tahun 1980 dan 1983, serta lulusan Universitas 17 Agustus Semarang tahun 1983.
“Bahkan, gelar S2 dan S3-nya juga tidak konsisten. Ada dokumen yang mencantumkan Burhanuddin sebagai lulusan UI, tetapi dokumen lain menyebutkan Sekolah Tinggi Manajemen Labora Jakarta. Untuk gelar S3, ada perbedaan kampus antara UI dan Universitas Satyagama, meski sama-sama lulus tahun 2006,” ujar Iskandar.
IAW juga menyoroti perbedaan data kelahiran Burhanuddin. Meski tempat lahirnya sama, yakni Cirebon, ada tiga versi tahun kelahiran, yakni 1954, 1959, dan 1960, yang tercantum di berbagai dokumen resmi.
“Kami menduga perbedaan ini berkaitan dengan data perkawinan yang tidak tunggal,” tambah Iskandar.
Selain itu, IAW mencatat perbedaan tanda tangan Burhanuddin antara saat menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) dan ketika menjabat Jaksa Agung.
Iskandar menegaskan bahwa laporan ini tidak hanya disampaikan ke KPK, tetapi juga ditembuskan ke Presiden Joko Widodo, Presiden terpilih Prabowo Subianto, dan sejumlah lembaga lainnya, termasuk Ombudsman dan Komisi Kejaksaan.
“Kami berharap Ombudsman dapat menyelidiki dugaan mal-administrasi terkait ijazah Burhanuddin yang kami anggap sangat meragukan,” tutup Iskandar.