Jakarta, JurnalBabel.com – Guru besar ilmu hukum Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad, menilai kasus operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer (Noel) berserta pihak lainnya, yang kini sudah menjadi tersangka, menjadi sebuah tragedi bagi Indonesia yang baru merayakan pesta Kemerdekaan ke 80 tahun.
“Dan meneguhkan semangat membangun negeri lebih sejahtera, ternyata masih ada praktek seperti itu (Noel dkk tersangka kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan sertifikat keselamatan dan kesehatan kerja di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker),” kata Profesor Suparji di Jakarta, Jumat (22/8/2025).
Prof Suparji pun mengapresiasi kinerja KPK atas OTT tersebut jika dilakukan dengan benar. Ditambah sebelumnya KPK meminta maaf ke publik bahwa pada tahun ini baru sedikit melakukan OTT.
Artinya, kata Suparji, OTT KPK kali ini seolah-olah menjadi pembuktian karena sekali OTT terjaring banyak pihak. Berbeda jika sebuah perkara tanpa OTT, maka penanganannya lambat dan sedikit yang terjaring oleh KPK.
Sebab itu, Prof Suparji meminta KPK harus siap mempertanggungjawabkan OTT tersebut sekiranya ada gugatan pra peradilan dari para tersangka atau pembuktian dipersidangan.
“Harapannya juga KPK on the track dalam mengungkap kasus ini secara prosedural, profesional berdasarkan alat bukti yang kuat,” ujarnya.
Disatu sisi, Prof Suparji mengatakan kasus OTT ini jangan sampai mematahkan semangat optimis pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan pengawasan dengan kolaborasi antar anggota kabinet, sehingga menteri dan wakil menteri jalan sendiri tanpa kendali dan arahan Presiden.
“Seharusnya semua anggota kabinet bisa menterjemahkan Asta Cita Presiden yang salah satunya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dengan bebas dari korupsi,” tuturnya.
Prof Suparji juga berpandangan kasus ini menjadi pengingat bagi para pembantu Presiden jangan bermain-main dengan praktek koruptif.
Agar kasus OTT ini tidak terulang, Prof Suparji mengatakan perlu ditingkatkannya pengawasan dari dalam diri soal kesadaran. Pasalnya, tambahnya, pengawasan paling kuat adalah dari dalam diri.
Prof Suparji pun mengutip sebuah pernyataan bijak dari Bung Karno, “Saya tidak perlu adanya polisi rahasia yang lengkap dengan senjata api untuk diawasi, karena saya tahu apa yang harus saya lalukan.”
Pernyataan tersebut menurut Suparji memberikan sinyal bahwa dengan polisi rahasia dengan senjata api, tidak ada gunanya kalau orang tidak ada kesadaran.
“Untuk itu yang paling utama adalah bagaimana menciptakan kesadaran,” tegas Prof Suparji menandaskan.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) total menetapkan 11 orang sebagai tersangka dalam dugaan pemerasan terkait pengurusan sertifikat keselamatan dan kesehatan kerja di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Selain Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer atau Noel, tersangka lainnya adalah Dirjen Binwasnaker dan K3 Kemenaker Fahrurozi, lalu Direktur Bina Kelembagaan tahun 2021 sampai Februari 2025 Hery Sutanto.
Lalu Irvian Bobby Mahendro selaku Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personil K3 tahun 2022- 2025; Gerry Aditya Herwanto Putra selaku Koordinator Bidang Pengujian dan Evaluasi Kompetensi Keselamatan Kerja.
Subhan selaku Sub Koordinator Keselamatan Kerja Dit. Bina K3 tahun 2020 sampai 2025; Anitasari Kusumawati selaku Sub Koordinator Kemitraan dan Personel Kesehatan Kerja.
Sekarsari Kartika Putri selaku Subkoordinator; Supriadi selaku Koordinator; Temurila selaku pihak PT KEM INDONESIA dan Miki Mahfud selaku pihak PT KEM INDONESIA.
KPK menahan tersangka untuk 20 hari pertama terhitung tanggal 22 Agustus sampai 10 September 2025 di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang KPK Gedung Merah Putih.
Para tersangka dijerat Pasal 12 huruf (e) dan/atau Pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.