Jakarta, JurnalBabel.com – Guru besar ilmu hukum Universitas Al Azhar Indonesia, Prof. Dr. Suparji Ahmad, S.H., M.H., mengingatkan penangkapan terhadap aktivis mahasiswa yang marak terjadi belakangan ini tidak boleh keluar dari koridor hukum.
“Harus sesuai dengan aturan hukum, karena segala proses penangkapan ataupun penahanan terhadap aktivis jangan keluar dari proses dan prosedur hukum yang berlaku,” kata Prof Suparji saat dihubungi, Jumat (10/10/2025).
Menurutnya, prosedur hukum untuk sampai pada penahanan tentunya tidak sembarangan. Harus ada cukup alasan secara formal hukum, dan tentunya pemenuhan hak-hak warga negara.
“Kalau ada penangkapan, kemudian ada cukup alasan untuk penangguhan penahanan, ya harus ditangguhkan.
Itu harus dilihat secara objektif bahwa ketika cukup alasan penangguhan, ya harus ditangguhkan. Itu pertama,” jelasnya.
Kedua, lanjut Prof Suparji, kalau ada yang keberatan terhadap prosedur penanganan hukum, dalam hal ini penangkapan terhadap para aktivis, perlu diuji melalui mekanisme pra-peradilan. Itu mekanisme hukum yang sah berlaku.
“Dalam proses pra-peradilan ini, maka akan diuji apakah penangkapan dan penahanan aktivis sudah benar atau belum. Harus diuji secara sungguh-sungguh melalui forum pra-peradilan,” ujarnya.
Atau ketiga, ketika tidak cukup alat bukti dalam proses pra-peradilan, Prof Suparji menilai aktivis itu harus dibebaskan.
“Kalau tak cukup alat bukti ya bisa SP 3. Dibebaskan dari segala tuntutan. Hal ini bisa dilakukan karena itu bukan pidana,” terangnya.
Ketika ditanya, apakah penangkapan para aktivis yang kritis terhadap polisi itu dibenarkan?
Prof Suparji menjawab Polri tidak bisa memandang protes publik ataupun ketidakpuasan publik pada Polisi sebagai sesuatu yang negatif, lalu direspon dengan represif.
“Menurut saya, protes publik atau apa pun itu tidak bisa dikualifikasi sebagai apatisme terhadap Polri. Tapi atensi dan warning kepada Polri agar bekerja secara profesional, proporsional, dan sesuai prosedur,” katanya.
Jika ada kritik, saran, dan masukan dari masyarakat, Prof Suparji menyarankan agar Polri bisa melihat hal itu dengan bijak, karena kritik itu harus dilihat sebagai atensi untuk perbaikan kinerja.
“Kalau sudah melangkah ya dipertangungjawabkan. Kalau ada prosedur pra-peradilan ya pertanggungjawaban di sana. Karena harus ada kepastian hukum,” tegasnya.
Terkait Reformasi Polri, Prof Suparji mengaku optimis hal itu bisa dilakukan. Karena Polri memang harus berbenah dan reformasi Polri sudah menjadi tuntutan publik yang tidak bisa diabaikan.
“Reformasi terhadap Polri, saya optimism dan kita harus optimis, karena itu jadi tuntutan publik. Tak bisa main-main apalagi menganggap gampang persoalan. Karena ini gerakan publik,” kata Prof Suparji.
Ia pun menilai Polri harus berbenah, dan saat ini momentum untuk melakukan pembenahan itu.
“Polri terus berbenah. Siapa pun harus berbenah untuk lebih baik,” pungkasnya.