Jakarta, JurnalBabel.com – Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah membacakan tuntut hukum atas terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), sejak Senin (16/1/2023) hingga Rabu (18/1/2023). Tiga tuntutan telah dibacakan, yang ketiganya dianggap masih belum sesuai harapan masyarakat.
Sidang tuntutan Richard Eliezer atau Bharada E pada Rabu, dengan tuntutan hukuman pidana 12 tahun, sementara Ferdy Sambo pada sidang Selasa (17/1/2023) dituntut hukuman seumur hidup dan istrinya Putri Candrawathi di sidang hari yang sama, dituntut lebih ringan hanya delapan tahun.
Pakar hukum pidana, Profesor Suparji Achmad, mengatakan tuntutan ketiga terdakwa, termasuk sebelumnya juga Kuat Maruf yang juga dituntut delapan tahun, masih tidak sesuai harapan publik. Sebab, sejak awal masyarakat masih berharap Jaksa menuntut dengan menjatuhkan hukuman terberat. Sedangkan yang dituntut Jaksa pada para terdakwa bukan hukuman terberatnya.
“Jadi belum sepenuhnya sesuai dengan harapan publik. Dan tentu saja tuntutan tersebut belum memenuhi rasa keadilan,” kata Suparji kepada wartawan, Kamis (19/1/2023).
Secara prosedur diakui Suparji tuntutan Jaksa tersebut tetap harus dihormati. Pasalnya, keluarnya tuntutan itu merupakan kewenangan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Meski demikian, ia mengingatkan tuntutan hukuman itu bisa saja jauh lebih ringan dari putusan vonis hakim nantinya. Sebab, tegas dia, sejak tuntutan, hukuman yang diharapkan Jaksa jauh lebih kecil dari harapan publik dan keluarga korban. Sebab itu wajar bila sampai di keputusan hukuman dari Hakim, justru bisa lebih ringan dari tuntutan di Jaksa.
“Hukuman lebih ringan kemungkinan bisa terjadi,” ungkap Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia.
Sebelumnya pembacaan tuntutan Richard oleh JPU, dimana Jaksa mengatakan, Richard telah terbukti melakukan perbuatan pidana berupa turut serta dalam pembunuhan berencana Brigadir J, seperti dalam dakwaan Pasal 340 KUH Pidana, jucnto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Saat amar tuntutan hukuman terhadap Richard tersebut dibacakan, gemuruh kecewa dari para penonton sidang langsung terjadi. Ruang persidangan, memang dipenuhi puluhan pendukung dan simpatisan pembela Richard. Mereka menilai seharusnya tuntutan hukum Eliezer lebih ringan dari istri Sambo Putri Candrawathi yang justru hanya dihukum delapan tahun.
Sedangkan untuk Ferdy Sambo, dianggap terbukti melanggar dakwaan primer yakni Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang pembunuhan berencana. Ferdy juga telah dikenakan banyak pasal, karena dianggap melanggar dakwaan kedua pertama primer, sayangnya Jaksa menuntut Ferdy Sambo dengan pidana penjara seumur hidup.
Sedangkan beberapa pasal yang dikenakan mampu membawa Ferdy pada tuntutan hukuman mati. Karena Sambo dianggap terbukti melanggar dakwaan primer yakni Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Dan pasal kedua yang dikenakan Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Lebih rendahnya tuntutan hukuman Sambo ini membuat pihak keluarga Yosua menyayangkan tuntutan yang diberikan jaksa. Keluarga mendiang Yosua menyatakan tidak puas atas tuntutan jaksa yang hanya menuntut Ferdy Sambo dengan hukuman pidana penjara seumur hidup. Padahal sejak awal pihak keluarga berharap jaksa menuntut Ferdy Sambo dengan hukuman mati karena telah menghilangkan nyawa putranya. (Bie)
Sumber: republika.co.id