Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi XI DPR, Wihadi Wiyanto menilai, rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11 persen masih dalam batas normal dan tidak akan timbulkan gejolak sosial di masyarakat.
Menurutnya, rencana itu sudah sesuai melalui pertimbangan dan keputusan bersama DPR RI dan pemerintah.
“Rencana kenaikan itu sudah sesuai dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, revisi dari UU KUP sebelumnya. Sesuai UU seharusnya bahkan kenaikannya 12 persen. Namun, secara bertahap kenaikan PPN ini. Itu sudah sesuai dengan amanat UU yang kita diskusi bersama antara DPR dengan pemerintah,” ujar Wihadi dikutip dari Parlementaria, Jumat (11/3/2022).
Di sisi lain, ia pun mengakui kenaikan PPN ini juga bagian dari ikuti rencana untuk mengembalikan defisit APBN ke angka maksimal tiga persen paling lambat pada 2023. Hal itu sebagaimana ketentuan dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang telah diundangkan dalam UU Nomor 2 Tahun 2020.
Namun, menurutnya, rencana kenaikan PPN ini tidak satu-satunya upaya mengembalikan defisit tiga persen tersebut. Hal itu karena juga ada pemasukan dari sektor lain untuk tercatat dalam APBN. Misalnya peningkatan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor ekspor batu bara dan kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO).
“Jadi, saya kira itu tidak masalah kenaikan PPN ini. Jadi (kenaikan) itu kan bagian daripada penerimaan, tetapi tidak serta merta itu merupakan satu-satunya yang dianggap bisa menekan definisi tiga persen,” jelas Anggota Fraksi Partai Gerindra DPR RI ini.
Di sisi lain, ia pun turut menampik kenaikan PPN ini akan menjadi alasan kenaikan harga kebutuhan barang pokok jelang bulan puasa saat ini. Sebab, kenaikan harga kebutuhan pokok sudah otomatis terjadi tiap tahun.
“Jadi tidak gara-gara kenaikan PPN ini semua akan naik. Itu kan tidak ada,” tegasnya.
Diketahui, tarif PPN direncanakan naik menjadi 11 persen dari 10 persen mulai 1 April 2022. Namun, pemerintah masih menimbang-nimbang lagi. Mengingat kondisi ekonomi Indonesia masih dalam ketidakpastian, juga dalam kondisi harga pangan yang masih tinggi.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor mengatakan, pihaknya masih mengkaji penerapan PPN 11 persen tersebut, juga terkait efeknya yang akan memberatkan konsumen atau tidak.
“Saya belum bisa bilang begitu (memastikan). Tidak tahu masih bisa dijalankan per 1 April atau tidak,” tutur Neil, Selasa (8/3/2022).