Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Rahmat Muhajirin menyatakan anggota DPR tidak mengenal libur maupun cuti. Sehingga rapat di gelar di masa reses seperti pembahasan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) di Baleg tidak menjadi masalah.
Apalagi, RUU ini sangat dibutuhkan untuk menanggulangi dampak dari pandemi Covid-19. Sehingga rencana Komisi III DPR menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) Gabungan dengan Bareskrim Polri, Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Imigrasi Kemenkumham untuk membahas kasus buronan Djoko Tjandra bisa dikesampingkan.
Hal ini menurutnya sudah sesuai dengan peraturan tata tertib (tatib) DPR dan Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3).
Hal itu dikatakan Rahmat Muhajirin saat dihubungi, Kamis (23/7/2020), menanggapi pembahasan RUU Ciptaker digelar pada masa reses kali ini. Sementara RDP Gabungan Komisi III bahas kasus Djoko Tjandra tidak mendapat izin dari Wakil Ketua DPR Bidang Polhukam Azis Syamsuddin.
Rahmat menjelaskan saat ini terdapat 37 RUU masuk program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2020. Sementara RUU yang sudah masuk ke tahap pembahasan tingkat I baru ada 10 RUU. Sehingga masih ada 27 RUU yang harus dibahas.
“Padahal dengan adanya pandemi dan dampaknya, pemerintah selesaikan jalan salah satunya melalui RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Mungkin kejar RUU ini,” kata Rahmat Muhajirin.
Menurut anggota komisi III DPR ini, kasus Djoko Tjandra juga harus diselesaikan. Ditambah sudah ada komitmen dari penegak hukum, dimana Kapolri Idham Azis sudah memecat 3 jenderal. Artinya, sebut dia, kasus ini ada kemajuan yang lainnya masih berproses. Sementara untuk penanganan kasus Djoko Tjandra, lanjut dia, pengawasannya tidak harus dengan RDP.
“Sekarang kita di Baleg punya kewenangan sendiri kenapa harus dibicarakan di masa reses RUU Cipta Kerja. RUU ini sangat dibutuhkan sekali, untuk Indonesia masuk ke dalam kehidupan new normal. Artinya, UU ini sangat dibutuhkan segera,” ujarnya.
Politisi Partai Gerindra ini menambahkan penyelesaian kasus Djoko Tjandra harus tetap berjalan secara transparan.
“Kan penyelesaian kasus ini ada di penegak hukum, kita anggota dewan hanya punya fungsi pengawasan. Pengawasan tidak harus dengan RDP. RDP hanya salah satu bentuk,” katanya. (Bie)