Oleh: H. Mohamad Muraz, SH, MM (Anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat)
Sebagai Anggota Komisi II DPR RI yang salah satu mitra kerjanya adalah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), saya cukup kaget dan bingung dengan munculnya usul inisiatif Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) dari DPR. Sebab saya tidak pernah tahu bagaimana prosesnya dan tidak pernah ada info di Komisi II DPR.
Rupanya di masa Covid-19 ini, RUU HIP diproses oleh Badan Legislasi (Baleg) dan langsung masuk ke Rapat paripurna DPR. Saya yakin banyak anggota DPR RI yang tidak tahu. Wajar bila kemudian berbagai elemen masyarakat dam pejabat merasa patut mencurigai bahwa dengan RUU HIP yang beredar akan memberi peluang untuk bangkitnya kembali Ideologi/organisasi terlarang Komunis. Hal ini disebabkan sebagai berikut:
1. Konsideran mengingat tidak mencantumkan TAP MPRS No. XXV/1966 Tentang Pembubaran PKI, pernyataan sebagai organisasi terlarang diseluruh wilayah Negara RI bagi Partai Komumis Indonesia dan Larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran komunis/Marxisme-Leninisme.
2. Dalam pasal 7 (2) Pancasila diperas menjadi Trisila yaitu sosio nasionalisme, sosio demokrasi, dan ketuhanan yang berkebudayaan. Kemudian dalam pasal 7 (3) trisila terkristalisasi dalam ekasila yaitu gotong royong. Nuansa ini jelas mengingatkan kita pada masa orde lama yang akhirnya timbul Nasakom (nasionalis, agama dan komunis).
3. Pasal 6 (1) menyatakan bahwa sendi pokok Pancasila adalah keadilan sosial dengan bidangnya meliputi politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan (Pasal 6 (3)). Jelas ini telah menapikan Agama dan menggeser sendi pokok Pancasila.
4. Sendi pokok Pancasila sesuai kesepakatan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang diketuai oleh Ir. Soekarno adalah Ke-Tuhanan Yang Maha Esa, karena itulah ditempatkan pada urutan pertama Pancasila dan menjadi falsafah berbangsa dan bernegara NKRI.
5. Ke-Tuhanan dalam trisila ditempatkan pada urutan ke 3 dengan kalimat Ketuhanan yang berkebudayaan. Jelas telah mengecilkan/menempatkan Ketuhanan yang berada dibawah pengaruh budaya ciptaan manusia, bukan Ke-Tuhanan yang Segala Maha.
Selain itu RUU HIP ini akan mengacaukan pemikiran Pancasila yang sah di masyarakat. Dikarenakan :
1. Esensi Pancasila yang menjadi objeck RUU HIP ini lebih kepada Pancasila yang dipidatokan oleh dan masih merupakan pendapat pribadi Ir. Soekarno pada 1 Juni 1945. Bukan Pancasila yang sudah disepakati oleh PPKI dan disahkan sebagai dasar negara RI pada 18 Agustus 1945.
2. Tanpa UU HIP seolah-olah tidak ada pedoman bagi para penyelenggara negara dan rakyat Indonesia, jelas ini pemikiran yang ngawur karena Pancasila dan UUD 1945 jelas merupakan haluan dan pedoman bagi seluruh penyelenggara negara dan telah hidup, tumbuh dan berkembang dalam kehidupan rakyat Indonesia.
3. Bila RUU HIP disahkan menjadi UU, maka harus menjadi pedoman bagi seluruh Lembaga Negara dan seluruh UU RI. Ini akan mengacaukan tata urutan peraturan perundang-undangan.
4. RUU HIP menimbulkan kontradiksi dengan materi Empat Pilar yang selama ini disosialisasikan oleh para anghota MPR RI.
5. UU HIP kemungkinan besar akan menimbulkan kembali perdebatan ideologi dan dasar negara yg dikhawatirkan akan membawa perpecahan bangsa dan NKRI.
Kesimpulan dari uraian diatas menurut pendapat Saya:
1. RUU HIP ini hanya akan membawa polemik dan menghabiskan daya, tenaga dan pikiran yang besar, yang seharusnya saat ini lebih difokuskan pada penanganan Covid-19.
2. RUU HIP ini tidak menjadi prioritas untuk dibahas karena sesungguhnya UUD 1945 sudah merupakan Haluan Ideologi Pancasila.
3. Bila materi dan esensi RUU HIP masih seperti uraian diatas maka kewajiban seluruh anggota DPR RI yang cinta Pancasila dan NKRI untuk menolak membahas RUU HIP tersebut.
4. Pancasila bukan lagi untuk diperdebatkan tapi harus diamalkan, terutama harus diprakarsai dan dicontohkan oleh para penyelenggara negara. []