Jakarta, JurnalBabel.com – Komisi II DPR saat ini sedang menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (RUU Pemilu). RUU ini diusulkan oleh DPR dan sudah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2020.
Anggota Komisi II DPR Mohamad Muraz mengusulkan dalam RUU Pemilu mengatur pencabutan hak memilih dan dipilih Aparatur Sipil Negara (ASN/PNS). Sebab, kata dia, hal itu agar sama dengan anggota TNI/Polri yang tidak memiliki hak pilih di Pemilu.
“ASN/PNS kan pejabat negara, memberikan pelayanan yang sama terhadap semua, sama dengan TNI/Polri. Saya kira haknya bisa saja dicabut,” kata Muraz di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/7/2020).
Saat ini PNS masih memiliki hak pilih namun wajib bersikap netral dalam Pemilu. Faktanya, sebut Muraz, terutama di Pilkada banyak ditemukan PNS berpihak pada salah satu pasangan calon kepala daerah.
“Sekarang cukup ketat ASN diawasi. Terutama di Pilkada. Kalau di Pilpres mereka agak jauh lah. Kalau di Pilkada terlihat sekali untuk memenangkan salah satu calon kepala daerah terutama incumbent,” ungkapnya.
Politisi Partai Demokrat ini mengakui usulannya tersebut sulit diterima oleh fraksi-fraksi partai politik di DPR. Pasalnya, suara PNS ini sangat besar yakni sekitar 6 jutaan. Namun, tegasnya, agar adanya keadilan antara PNS dengan TNI/Polri maka PNS hak pilihnya harus dicabut.
“ASN ini terutama di Pilkada, perannya cukup besar, suaranya juga besar, sehingga banyak yang kurang. Tidak masalah kalau mau di netralin. Itu pemikiran saya saja,” tegas mantan Wali Kota Sukabumi ini.
Sementara itu, anggota komisi II DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) Syamsurizal lebih menekankan PNS harus netral dalam Pemilu. Ia juga tidak mempermasalahkan PNS mendukung salah satu pasangan calon dalam Pemilu. Namum ia meminta dukungan tersebut tidak ditunjukan di depan umum.
“Oleh karena itu secara pribadi di hati nurani ASN itu dia punya pilihan. Itu tidak menjadi ukuran kita. Yang menjadi ukuran kita adalah ASN tidak boleh menunjukan sikap di depan umum ketika memberikan pelayanan kepada masyarakat. Itu yang tidak boleh. Kalau soal pilihan pribadinya silakan,” kata Syamsurizal.
Mantan Bupati Bengkalis, Riau ini mengatakan sanksi bagi PNS yang tidak netral dalam Pemilu diatur secara tegas dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
“ASN tidak boleh berpolitik dan sanksinya diberhentikan kalau mengikuti salah satu aliran politik, termasuk juga keberpihakan dia kepada pasangan calon di Pilkada/Pilpres. Ini perlu disosialisasikan,” ujarnya.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR ini juga mengharapkan peran serta masyarakat dalam mengawasi PNS yang tidak netral dalam Pemilu.
“Pengawasannya oleh masyarakat. Tidak bisa mengandalkan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) pemilu yang terdiri dari Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaab. Kenapa perlu diawasi? karena jumlahnya besar untuk menentukan memenangkan suatu pemilihan,” katanya. (Bie)
Editor: Bobby