Jakarta, JURNALBABEL – Juru Bicara Hukum Partai Solidaritas Indonesia ( PSI) Rian Ernest berpendapat, penyelenggara Pemilu tak perlu mengeluarkan regulasi untuk mengatur buzzer ketika masa tenang.
Penyelenggara Pemilu hanya cukup mengeluarkan imbauan agar para buzzer tidak beraktivitas selama masa tenang Pemilu 2019.
“Saya rasa enggak perlulah. Jangan apa- apa dilarang. Cukup diimbau saja, jangan beraktivitas di media sosial,” ujar Rian ketika dijumpai di Kualanamu, Deli Serdang, Sumatera Utara, Selasa (26/3/2019).
Sebab, buzzer di media sosial sulit diidentifikasi identitasnya satu per satu. Sehingga penyelenggara Pemilu bakalan kesulitan untuk mengatur sekaligus mengawasinya.
Apalagi, kata Rian, aktivitas buzzer itu adalah satu kesatuan dari keriangan politik warga. Rian khawatir pengaturan dan pengawasan ke buzzer justru akan berimbas kepada pembatasan terhadap kegembiraan warga negara di pesta demokrasi.
“Akan tidak elok juga kalau ada warga negara yang subjeknya enggak jelas, lalu main larang-larang ya. Mengimbau saja cukup. Toh kita sudah cukup dewasa dalam berpolitik,” ujar Rian.
PSI sendiri berkomitmen menjaga agar suasana masa tenang Pemilu 2019 kali ini berlangsung kondusif. PSI siap membantu penyelenggara Pemilu mengimbau para buzzer beserta simpatisan yang tidak masuk ke struktur tim sukses untuk turut menjaga kondusivitas saat masa tenang.
“Kalau kami sendiri, secara partai, kami punya teman (buzzer), simpatisan, kita imbau, namanya juga masa tenang ya. Sudah cukuplah. Kita diberikan waktu kan berbulan-bulan mengampanyekan berbagai hal. Sudah cukuplah,” ujar Rian. Diberitakan, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) belum memutuskan aturan mengenai aktivitas buzzer di media sosial saat masa tenang Pemilu 2019.
Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kominfo Samuel Abrijani Pangerapan menyadari ada banyak buzzer komersial sejak berkembangnya tren media sosial.
Mereka kerap dimanfaatkan politisi untuk berkampanye. Namun, Kominfo dalam rapat tentang penggunaan media sosial di masa tenang belum membahas ketentuan mengenai buzzer komersial yang memperoleh keuntungan dari kampanye.
“Nanti akan saya tanyakan. Soalnya tadi ada yang tanya juga. Bagaimana terhadap buzzer komerisal. Karena memang dia tak bayar ke platform, tapi dia followers-nya banyak, itu bagaimana. Itu tadi tidak kami bahas,” kata Samuel di Kantor Kominfo, Jakarta, Senin (25/3/2019).
Samuel menambahkan untuk saat ini pihaknya masih mengacu pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 23 Tahun 2018 yang juga mengatur kampanye di media sosial. Nantinya, ia akan menanyakan kepada KPU ihwal aturan aktiviras buzzer di masa tenang.
Sebab bisa jadi mereka tetap mengampanyekan kandidat secara komersial. Padahal, hal tersebut dilarang di masa tenang.
Namun, kesulitannya adalah buzzer merupakan akun perorangan sehingga sulit membuktikan adanya transaksi ekonomi di setiap unggahannya yang mendukung kandidat tertentu selama masa tenang. (Joy)
Editor: Bobby