Jakarta, JurnalBabel.com – Wakil Ketua Komisi II DPR, Syamsurizal, menilai sistem merit yang diterapkan dalam menilai kinerja Aparatur Sipil Negara (ASN) masih belum objektif sepenuhnya. Pasalnya, unsur subjektif selalu muncul tak terhindarkan, baik karena faktor kedekatan, kekerabatan, maupun politik.
“Sudahkah sistem merit dilakukan? Saya katakan sudah. Tapi, tetap ada unsur subjektif sebagai orang Indonesia. Subjektif itu tidak bisa lepas dari diri kita. Ini yang patut kita pertimbangkan,” kata Syamsurizal dikutip dari dpr.go.id, Minggu (29/8/2021).
Sistem merit didefinisikan sebagai kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja, yang diberlakukan secara adil dan wajar tanpa diskriminasi.
Tujuan penerapan sistem ini untuk memastikan jabatan di birokrasi pemerintah diduduki oleh orang-orang yang profesional dan kompeten berdasarkan nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN.
Menurutnya, Komisi ASN (KASN) yang ditugasi untuk memonitor sistem merit ini, tidak bisa sepenuhnya dilakukan mengingat jumlah ASN jutaan orang jumlahnya. Pasalnya, KASN tidak mungkin melihat dari dekat prestasi para ASN untuk promosi jabatan.
Untuk kasus di daerah, para ASN mungkin akan bergantung pada kedekatan politiknya dengan kepala daerah. Jadi, sistem merit tidak benar-benar murni diterapkan.
“Pertanyaan besar saya, bisakah KASN melakukan upaya konkret untuk melihat dari dekat, apakah seseorang itu berprestasi untuk diangkat atau dipromosikan dari satu jabatan ke jabatan berikutnya? Toh dia juga akan mendengar informasi dan masukan dari para wali kota, bupati, gubernur, dan menteri untuk dipromosikan,” ungkap politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.
(Bie)