Jakarta, JurnalBabel.com – Presiden Joko Widodo sudah melantik menteri kabinet Indonesia maju kemarin. Namun tidak semua kader partai pendukungnya pada pemilihan presiden (pilpres) 2019 mendapatkan jatah kursi menteri. Sebab itu, mereka dinilai mengincar jatah kursi wakil menteri (wamen).
Pada periode pertama pemerintahan Jokowi, yang mendapatkan wamen antara lain Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan, dan Kementerian ESDM. Pertanyaannya kini adalah masih diperlukan kah posisi wamen pada periode kedua pemerintahan Jokowi? Ketua Program Studi Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Achmad, akan menjawab sekaligus menjabarkannya.
Suparji mengatakan ada dua faktor yang perlu dipertimbangkan oleh Presiden Jokowi untuk kembali menunjuk wamen di beberapa kementerian. Pertama, perlu di evaluasi terhadap kinerja wamen selama ini. Apakah memiliki kontribusi secara signifikan dan sisi ekonomisnya. Lalu dampak yang lebih dari kebijakan yang di keluarkan.
“Bukan suatu keharusan posisi wakil menteri. Sebab itu, perlu di evaluasi terlebih dahulu. Kalau tidak ada maafnya buat apa (posisi wamen),” kata Suparji Achmad saat dihubungi di Jakarta, Kamis (24/10/2019).
Kedua, harus dikaji tentang tantangan kerja kabinet Indonesia maju ke depan seperti apa. Apakah cukup hanya dengan menteri atau perlu ada wakilnya. Menurut Suparji, apabila sudah dilakukan secara terukur posisi wamen dibutuhkan, maka boleh saja Presiden menunjuk Wamen.
“Lebih kepada kebutuhan. Jangan hanya karena keinginan semata, karena kelola negara harus yang jelas. Jadi jangan sia-sia menunjuk Wamen,” ujarnya.
Lebih lanjut Suparji menerangkan bahwa Presiden Jokowi sudah menyatakan bahwa debirokrasi harus dilakukan dalam rangka merampingkan birokrasi di pemerintahannya. Arti kata Suparji bahwa posisi Wamen ini keperluannya untuk apa pentingnya. Sebab, Suparji tidak ingin posisi Wamen ini untuk mengakomodasi kepentingan politik semata atau bagi-bagi jabatan saja.
“Pasti banyak yang akan diakomodir kalau kepentingannya politik. Tidak akan pernah habis kalau mengakomodir politik,” tuturnya.
Atas pandangan dan pemaparannya tersebut, Suparji menilai posisi Wamen tidak diperlukan karena tidak ada norma hukum yang mewajibkan hal itu. “Saya berpendapat tidak perlu posisi wakil menteri karena sudah ada dan cukup Direktur Jenderal yang bisa bantu kerja menteri,” pungkasnya.
Dihubungi terpisah, anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra Elnino M Husein Mohi menyerahkan sepenuhnya posisi Wamen ini kepada Presiden. “Itu hak prerogatif presiden. Kita percayakan sama presiden saja untuk menentukan,” singkat Elnino M Husein Mohi.
Sebelumnya, Wakil Sekretaris Jenderal DPP PPP Achmad Baidowi mengatakan tidak semua kementerian diperkuat dengan wamen, hanya kementerian yang pos penunjangnya besar saja. Seperti misalnya, Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan dan Pendidikan Tinggi (Kemendikbud Dikti), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM), Kementerian Badan Usaha Milik Negara (Kemen BUMN), Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan Kementerian Pariwisata (Kemenpar).
Namun demikian, lanjut Awiek, wamen itu tidak harus dari parpol tapi juga bisa dari kalangan profesional, karena wamen ini tidak terkait dengan urusan jatah bagi parpol koalisi. Meskipun, dia mengakui bahwa masih ada parpol koalisi nonparlemen yang berlum terakomodir di kabinet.
Khusus Wamen di Kemenag, Awiek mengaku bahwa PPP tidak secara khusus meminta posisi tersebut. Tapi, PPP memiliki beberapa nama yang portofolionya dibutuhkan sebagai Wamenag di antaranya, Zainut Tauhid, Awani Thomafi, Rusli Effendi dan beberapa nama lainnya. (Joy)
Editor: Bobby