Jakarta, JurnalBabel.com – Syarat pendidikan seleksi pendaftaran menjadi guru/pendidik dengan status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) tidak boleh lulusan SMA/sederajat, dinilai membuka celah praktek jual beli ijasah palsu.
Anggota Komisi II DPR, Ongku Parmonangan Hasibuan, mempertanyakan syarat pendidikan pendaftaran seleksi P3K untuk jabatan fungsional Guru tahun 2023 harus lulusan S1/D4 atau memiliki sertifikat pendidik. Jika, calon P3K mendaftar dengan sertifikat pendidik, maka harus mendaftar sesuai dengan sertifikat yang dimilikinya.
Pasalnya, ia mendapat langsung permintaan dari seorang guru tenaga honorer di daerah pemilihannya, yakni Sumatera Utara, yang ingin mendaftar sebagai guru dengan status P3K dibawah Kementerian Agama (Kemenag), namun terkendala karena hanya berijasah SMA.
Orang tersebut meminta kepada Ongku agar dibantu mendapatkan ijasah sarjana S1 tanpa harus mengikuti pendidikan di Universitas atau setingkatnya.
Lalu Ongku mempertanyakan bagaimana caranya mendapatkan ijasah S1 atau langsung diwisuda tanpa harus menjalani pendidikannya. Orang tersebut berkata kepada Ongku bahwa bisa langsung wisuda dengan mengeluarkan biaya sebesar Rp 15 juta.
“Bagaimana caranya? Ada pak, kita tinggal wisuda saja. Berapa biayanya? 15 juta, dimana dapatnya? dia tunjuk sekolah pada saya. Luar biasa saya bilang,” ungkap Ongku dalam rapat kerja Komisi II DPR dengan Menpan RB dan Kepala BKN di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (13/11/2023).
Mantan Bupati Tapanuli Selatan ini pun tidak mengakomodir permintaan guru honorer tersebut. Alhasil, kata Ongku, praktek jual beli ijasah palsu ini akan terus terjadi dilapangan akibat persyaratan menjadi guru P3K tidak bisa hanya lulusan SMA/sederajat.
“Padahal beliau sudah puluhan tahun betul-betul mengusai pekerjaannya, tetapi karena masalah administrasi terhambat tidak bisa masuk jalur P3K itu. Dia datang ke saya menggunakan sepeda motor plat merah di Padang Lawas Utara. Itu kenyataannya,” kata Ongku.
Sebab itu, Ongku berpendapat masalah keahlian dan pengabdian para tenaga honorer ini harus dipertimbangkan untuk diangkat menjadi P3K.
“Jadi saya kira ini soal keahlian mengerjakan sesuatu dari pada yang pintar-pintar, yang fresh graduate itu mungkin cepar beradaptasi, tapi kita harus menghargai kawan-kawan yang sudah mengabdi belasan tahun. Itu kita selesaikan persoalan itu,” pungkas politisi Partai Demokrat ini.
(Bie)