Jakarta, JurnalBabel.com – Usai resmi diangkat jadi pimpinan Komisi II DPR RI, Syamsurizal langsung tancap gas dengan menjadikan program invetalisir tanah terlantar, sebagai bagian prioritas kerjanya.
Hal ini dalam rangka mendukung realisasi rencana pemerintah menciptakan bank tanah, menjadi lumbung kebutuhan kesejahteraan rakyat dan investasi di Indonesia.
Menurutnya dukungan invetalisir tanah terlantar oleh DPR menjadi hal yang penting, dimana selama ini banyak ditemui di lapangan. Status kepemilikan tanah oleh oknum tertentu, hanya sebatas klaim kepemilikan dan kepemilikan surat semata. Sehingga banyak tanah terlantar yang dikuasai oleh oknum dan orang-orang kaya saja.
“Invetalisir tanah terlantar ini, kategorinya adalah tanah yang dikuasai dan diklaim kepemilikannya oleh oknum tertentu baik itu pengusaha melalui kepemilikan surat semata. Sehingga kebutuhan tanah untuk masyarakat, baik itu kebutuhan perumahan rakyat serta lahan untuk investasi. Menjadi tidak ada, tanah terlantar seperti inilah yang akan diinvetalisir dan dimasukan kepada bank tanah milik pemerintah,” ujar Syamsurizal di Jakarta, Selasa (8/12/2020).
Selain itu, Syamsurizal menjelaskan program invetalisir tanah terlantar itu. Lebih tepatnya dituju kan untuk membunuh praktek mafia tanah yang selama ini tumbuh subur dan banyak menguasai tanah-tanah milik negara.
Sementara dari hasil invetarisir tanah itu nantinya tanah terlantar hasil inventalisir yang dimasukan ke dalam bank tanah sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) harus mampu memberikan iklim yang kondusif untuk bisnis dan investasi. Karena itu Pemerintah Daerah (Pemda) harus bersinergi untuk menyambut kedatangan investor.
“Invetalisir tanah terlantar ini, lebih kepada upayah memutus permainan para mafia tanah yang selama ini berkuasa atas tanah dan kemudian dijual dengan harga tinggi. Untuk itu mau tak mau, Pemda harus siap agar lapangan kerja di daerah juga terbuka,” kata Politisi PPP itu.
Lebih jauh mantan Bupati Bengkalis ini menjelaskan untuk menarik lebih banyak investor yang datang ke daerah, maka hak kepemilikan tanah perlu diperpanjang hingga 80 tahun atau 90 tahun. Karena kalau hanya 20 tahun sampai 30 tahun, rentang waktu tersebut dinilai cukup singkat.
“Kalau di luar negeri itu, sebut saja Korea, investor diberikan hak sampai 90 tahun. Jadi mereka merasa tenang bisa membangun pabrik,” tambahnya.
Hal itu dianggap penting, mengingat rilis dari World Trade Organization (WTO) selaku organisasi perdagangan dunia yang menyatakan. Rendahnya tingkat investasi di Indonesia, sebagai akibat dari tumpang tindih atau dalam birokrasi pertanahan di Indonesia.
“Jadi permasalahan kebutuhan tanah serta tumpang tindih atauran dalam hal pertanahan di Indonesia saat ini, menjadi unsur rendah nya investasi di Indonesia,” terangnya. (Bie)