Jakarta, JurnalBabel.com – Undang-Undang (UU) Cipta Kerja harus batal demi hukum. Sebab, UU yang disahkan DPR dan Pemerintah pada 5 Oktober lalu bertentangan dengan UUD 1945.
Hal itu dapat dilihat dalam Pasal 156 dan 164 UU Cipta Kerja atau Bab X terkait investasi pemerintah pusat dan kemudahan proyek strategis nasional.
Ketua Asosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha), Azmi Syahputra, menyatakan dari UU Cipta Kerja ini akan dibentuk lembaga pengelola Investasi.
Menurut Azmi, disinilah letak “jantung” dari UU ini karena dalam UU ini dinyatakan lembaga investasi ini tidak tunduk dalam UU Keuangan Negara.
Padahal filosofi, yuridis, dan sosiologi termasuk urgensi UU Keuangan Negara adalah sebagai alat guna pengelolaan keuangan negara untuk mencapai kesejahteraan rakyat.
Sementara lanjut Azmi, klausul UU Cipta Kerja dalam lembaga pengelola investasi ini menyimpang dari amanah Pasal 23 UUD 1945, karena dari turunan pasal dalam konstitusi inilah selanjutnya diatur detail dalam UU Keuangan Negara.
“Karenanya tidak ada satupun UU yang boleh bertentangan dengan UUD 45, dan apabila ada UU bertentangan dengan UUD 45, maka harus dinyatakan batal demi hukum,” kata Azmi dalam keterangan tertulisnya, Minggu (25/10/2020).
Selain itu, tambahnya, dalam UU Perbendaharaan Negara dinyatakan semua pendapatan dan kekayaan pihak lain yang dikuasai pemerintah dan yang diperoleh dari fasilitas yang dibentuk pemerintah, harus tunduk dengan UU Keuangan Negara.
Sementara lembaga investasi yang dibentuk melalui UU Cipta kerja ini tidak tunduk dengan UU keuangan negara.
“Inilah warna “menu hidangan” yang disebut lari dari konstitusi, nyata-nyata bertentangan dengan hukum tertinggi,” tegasnya.
Azmi menjelaskan UUD 1945 berfungsi mengatur bagaimana hukum negara itu dijalankan termasuk sebagai pemberi batas penyelenggara negara, serta sebagai hukum utama.
Sebab itu, akademisi Universitas Bung Karno ini menandaskan sangatlah bijaksana guna ada sepahaman bersama guna memahami menu “hidangan baru” dalam UU ini.
“Kiranya pemerintah memberi ruang dialektika terbuka pada stakeholder yang seluas luasnya, sebelum Presiden menandatangani UU ini,” pungkasnya.
Saat ini UU Cipta Kerja tinggal menunggu tanda tangan atau persetujuan dari Presiden Jokowi. Pasalnya, DPR sudah menyerahkan draf final UU Omnibus Law ini beberapa waktu lalu ke Presiden.
Presiden memiliki waktu 30 hari untuk menerima atau menolak UU ini. Namun, apabila Presiden tidak memberikan sikap atau tidak menandatangai UU tersebut, maka UU itu tetap berlaku seperti yang diatur dalam UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. (Bie)