Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi II DPR, Aminurokhman, mendukung pemerintah mewacanakan pembentukan pengadilan khusus tanah untuk menyelesaikan sengketa pertanahan dan pemberantasan mafia tanah.
Pasalnya, kata dia, penyelesaian sengketa tanah selama ini di pengadilan umum atau pengadilan tata usaha negara belum memuaskan berbagai pihak yang berperkara masalah tanah, dan utama belum memenuhi rasa keadilan di masyarakat.
Selain itu, lanjutnya, penyelesaian sengketa tanah selama ini juga membutuhkan biaya tidak murah serta proses yang berbelit-belit memakan waktu cukup lama.
“Perlu kita dukung wacana ini agar bisa terwujud penyelesaian sengketa tanah yang cepat, biaya murah dan bisa representasikan harapan yang bersengketa,” kata Aminurokhman.
Lebih lanjut Anggota Panitia Kerja (Panja) Pemberantasan Mafia Tanah Komisi II DPR ini mengungkapkan wacana pembentukan pengadilan tanah ini sudah lama disuarakan oleh Komisi II DPR dan pemerintah mengatensinya.
Wacana ini pun, kata dia, juga sudah mengemuka dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pertahanan (RUU Pertanahan), yang sudah lama mangkrak pengesahannya di DPR dengan berbagai kendala.
Misalnya, berbagai hal terkait pengaturan pertanahan sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Selain itu, berbagai point dalam RUU Pertanahan mendapatkan penolakan dari masyarakat dan RUU ini belum masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2023.
Sebab itu, Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR ini berpandangan wacana pembentukan pengadilan khusus tanah oleh pemerintah ini jadi momentum untuk merevisi UU Pertanahan, dan segera disahkan menjadi UU.
“Dalam RUU Pertanahan, wacana ini sudah mengemuka. Jadi momentumnya ada saat ini untuk merevisi UU Pertanahan yang nantinya pengadilan khusus tanah ini dimasukkan dalam UU itu,” ungkapnya kepada jurnalbabel.com, Sabtu (21/1/2023).
Selain itu, politisi Partai NasDem ini mengatakan pemerintah bisa juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Pertanahan untuk mengakomodir wacana ini dengan cepat.
Revisi dan penerbitan Perppu Pertanahan ini nantinya juga bisa menyelesaikan sengketa antar kementerian/lembaga dalam menangani masalah pertanahan yang selama ini terjadi.
“Jika dirasa perlu, bisa saja pemerintah keluarkan Perppu Pertanahan,” pungkas mantan Wali Kota Pasuruan ini.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan pihaknya akan berkonsultasi dengan Mahkamah Agung (MA) perihal wacana pembentukan Pengadilan Tanah untuk penyelesaian sengketa pertanahan dan pemberantasan mafia tanah.
Pasalnya, menurut Mahfud perlu diperjelas masuk ke mana pengadilan tanah tersebut dalam lingkungan peradilan.
Demikian ia menjelaskan kepada awak media selepas memimpin rapat lintas kementerian/lembaga dan perwakilan tokoh masyarakat terkait sengketa pertanahan dan mafia tanah di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (19/1/2023).
“Tentu kita akan bicara dengan Mahkamah Agung, karena pengadilan itu sudah ada pakem nya. Kalau pengadilan tanah masuk ke PTUN, apa ke perdata, atau ke umum, nanti kita bicarakan,” kata Mahfud.
Setelah berbicara dengan MA, pemerintah bisa menentukan dasar regulasi pembentukan Pengadilan Tanah, misalnya, berbentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) atau langsung Undang-Undang (UU).
“Nanti lah kalau soal Perppu, itu nanti. Kita bicara dulu dengan Mahkamah Agung. Yang penting kita bicara dulu, wujudnya kayak apa, lalu bajunya nanti apakah Perppu atau Undang-undang, kita nanti lihat,” ucapnya.
(Bie)